Computer File
Peranan operation costing dalam menetapkan harga jual pada PT NC
Di Indonesia, industri tekstil merupakan salah satu andalan ekspor nasional
dan penghasil devisa utama, dimana sebagian besar diserap oleh industri garmen. Untuk
mampu bersaing dengan produk - produk impor maupun dalam negeri, perusahaan harus
memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage) dimana salah satunya dengan
penetapan harga jual yang tepat. Penetapan harga jual dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu cost,
competitors, dan customer. Dalam menetapkan harga jual, perusahaan wajib untuk
mengetahui besarnya nilai Harga Pokok Produk (HPP), nilai ini akan menjadi dasar untuk
menetapkan harga jual. Maka dari itu, penggunaan prosedur akumulasi biaya produksi
(costing system) diperlukan untuk menghasilkan informasi biaya yang akurat.
PT NC, salah satu perusahaan yang bergerak di industri garmen dan
memiliki aktivitas operasi produksi yang relatif sama serta menerima pesanan yang sifatnya
unik (mulai dari rancangan hingga penggunaan bahan baku yang berbeda). Sesuai dengan
karakteristik operasi PT NC, maka prosedur akumulasi biaya produksi operation costing
dirasa tepat untuk diterapkan pada perusahaan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif analitis, dimana variabel independennya adalah operation costing dan variabel
dependen adalah penetapan harga jual.
Prosedur akumulasi biaya operation costing pada PT NC, dimulai dengan
membagi aktivitas produksi menjadi tiap-tiap operasi dimana telah diidentifikasi ada delapan
operasi produksi yaitu cutting, sortir, sewing, proses perakitan (pembuatan lubang kancing,
pemasangan model kancing, pemasangan tali ban pinggang, finishing), inspeksi, pressing,
inspeksi akhir, dan packaging. Total biaya produksi akan dibagi menjadi dua jenis biaya
yaitu biaya bahan langsung dan biaya konversi. Total biaya konversi sebesar
Rp 11.660.124.175 akan dialokasikan ke tiap-tiap operasi produksi di PT NC sedangkan
biaya bahan langsung akan dibebankan langsung ke tiap pesanan.
Dari hasil perhitungan harga pokok produksi menurut perusahaan
dibandingkan dengan perhitungan menggunakan prosedur operation costing bahwa terdapat
selisih undercosting untuk ke-enam pesanan. Hal ini dikarenakan pembebanan biaya
konversi ke tiap operasi menggunakan dasar alokasi yang lebih tepat dan akurat yaitu
duration driver (waktu). Perusahaan dalam menetapkan harga jual hanya memasukkan lima
komponen biaya non-produksi yaitu biaya komisi, pengangkutan, pengepakan, ekspor,
kepengurusan impor dengan nilai estimasi kelima biaya 20% dari harga pokok produksi dan
adanya tambahan biaya mark-up yang berbeda-beda untuk tiap pesanan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, perbandingan penetapan
harga jual perusahaan dan yang diusulkan penulis didapat bahwa untuk ke-lima pesanan
memiliki nilai underpricing dan hanya pesanan Diplomat T-1086 memiliki nilai overpricing
sebesar Rp 13.539,69. Hal ini diakibatkan penulis menggunakan konsep full-product cost
serta komponen mark-up laba 8% dalam menetapkan harga jual. Pada akhirnya, akan lebih
tepat jika PT NC memasukan semua komponen biaya non-produksi kedalam perhitungan
harga jual untuk hasil yang lebih akurat. Serta penggunaan prosedur akumulasi operation
costing sebagai salah satu metode yang sesuai dan tepat dengan karakter perusahaan yang
menghasilkan informasi biaya yang akurat. Informasi biaya akurat mengakibatkan hasil
penetapan harga jual yang tepat yang nantinya akan memudahkan untuk perusahaan
membebankan biaya non-produksi dan meningkatkan laba yang diterima melalui persentase
mark-up yang diinginkan perusahaan untuk masing-masing pelanggan.
Kata Kunci : costing system, operation costing, harga jual
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
skp29455 | DIG - FE | Skripsi | AKUN RAH p/14 | Perpustakaan | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain