Computer File
Purifikasi ekstrak kasar buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) pra kromatografi
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat-obatan terbesar di dunia. Salah satu tanaman obat potensial asli Indonesia adalah mahkota dewa (Phaleria Macrocarpa). Potensi tanaman mahkota dewa untuk dijadikan tanaman biofarmaka di Indonesia didukung dengan semakin meningkatnya luas lahan panen dari tahun 2008 yang hanya sebesar 112.127m2 menjadi 192.530 m2 pada tahun 2011. Dengan semakin meningkatnya luas lahan panen tersebut maka semakin tinggi produksi dari buah mahkota dewa tersebut. Pada tahun 2011, produksi tanaman mahkota dewa mencapai 12.072 ton per tahun. Kandungan senyawa antioksidan dan antimikroba buah mahkota dewa sangat tinggi karena mengandung banyak komponen fitokimia didalamnya, seperti golongan flavonoid, tanin, alkaloid, saponin dan terpenoid sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai bahan aditif pangan, kosmetik dan suplemen. Komponen bioaktif yang berkontribusi paling besar sebagai antioksidan dalam buah mahkota dewa adalah golongan flavonoid. Terbukti di dalam 1 g buah mahkota dewa, terkandung total flavonoid sebesar 146,5 mg ekivalen rutin. Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan dengan total flavonoid yang berada pada 1 g buah blueberry yang hanya sebesar 36,08 mg ekivalen rutin. Ekstrak antioksidan buah mahkota dewa hasil ekstraksi padat-cair menggunakan pelarut etanol 70%-v/v berupa pasta yang sangat lengket sehingga diperlukan proses pemisahan lebih lanjut terhadap komponen pengganggu tersebut agar proses pengidentifikasian dengan menggunakan kromatografi tidak terganggu dan juga menaikkan nilai aktivitas antioksidan dari ekstrak buah mahkota dewa. Selain itu, proses pengisolasian terhadap komponen fitokimia yang ada pada buah mahkota dewa perlu dilakukan agar proses pengidentifikasian dengan kromatografi menjadi lebih mudah dan dapat diketahui komponen fitokimia yang menghasilkan aktivitas antioksidan terbesar.
Purifikasi (partisi) ekstrak etanol 70%-v/v dilakukan menggunakan metode konvensional non destruktif, yaitu ekstraksi cair-cair secara batch menggunakan corong pisah berkapasitas 500 mL yang dilengkapi dengan shaker berkecepatan 1400 rpm. Rasio ekstrak etanol terhadap pelarut yang digunakan sebesar 1 : 1 ( v/v), pada temperatur 28°C selama 1-2 jam. Partisi dilakukan bertahap, tahap I menggunakan pelarut n-heksana untuk menghilangkan komponen pengotor, seperti lemak dan resin dan untuk menarik golongan terpenoid. Fraksi etanol hasil partisi I mengalami partisi II menggunakan pelarut kloroform untuk memisahkan senyawa alkaloid. Partisi terakhir (tahap III) dilakukan terhadap fraksi etanol hasil partisi II menggunakan pelarut n-butanol untuk mengikat golongan flavonoid. Analisis terhadap hasil setiap partisi dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Uji kualitatif flavonoid, tanin, saponin, alkaloid dan terpenoid menggunakan metode alkaline reagent test, ferric chloride test, Forth, Mayer test; Wagner test; Dragendorff test, dan Libermann-Burchard test secara berurutan. Uji kuantitatif menggunakan metode gravimetri (saponin dan terpenoid); metode spektrofotmetri (tanin, flavonoid dan alkaloid); serta uji antioksidan menggunakan metode DPPH. Fraksi n-heksana hasil partisi pertama mengandung golongan alkaloid dan terpenoid sebesar 0,65% dan 2,943% dari jumlah kandungan kedua golongan dalam ekstrak etanol (EPC). Jumlah tersebut sangat kecil sehingga aktivitas antioksidan yang dihasilkan menjadi paling kecil hanya sebesar 2,128 μmol DPPH/mg oleoresin basah. Pada partisi tahap II menghasilkan fraksi kloroform (I) dan fraksi etanol (II), dimana pada fraksi kloroform mengandung semua komponen fitokimia dan tidak selektif mengikat golongan alkaloid. Fraksi kloroform mengandung golongan flavonoid, tanin, alkaloid,terpenoid, dan saponin sebesar berturut-turut 32,449%; 14,841%; 20,490%; 13,2033%, dan 31,4924% terhadap fraksi etanol (I) dengan nilai Kd dari partisi kedua untuk golongan tersebut berturut-turut, yaitu 0,6955; 1,8944; 1,2951; 2,2177; 0,6854. Dengan begitu, aktivitas antioksidan yang dihasilkan cenderung besar, yaitu sebesar 3,002 μmol DPPH/mg oleoresin basah atau lebih kecil 0,013 μmol DPPH/mg oleoresin basah dati fraksi etanol (II). Proses pemisahan dilanjutkan pada fraksi kloroform dengan pelarut air. Namun, langkah ini tidak berhasil dan menyebabkan proses pendistribusian komponen fitokimia dilihat dari jumlah kandungan dan koefisien distribusi menjadi hampir sama pada kedua fraksi walaupun jumlah komponen fitokimia dalam fraksi air masih terbilang lebih besar. Pada partisi yang ketiga dilakukan pemisahan terhadap fraksi etanol (II) dengan pelarut n-Butanol. Hasil yang diperoleh, golongan flavonoid terdistribusi dalam jumlah yang sangat besar hingga mencapai 87% dari total flavonoid pada ekstrak awal. Koefisien distribusi pada golongan ini juga mencapai 5,4880. Oleh sebab itu, aktivitas antioksidan yang dihasilkan menjadi besar, yaitu sebesar 3,058 μmol DPPH/mg oleoresin basah.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
skp30561 | DIG - FTI | Skripsi | TK ARF p/15 | Perpustakaan | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain