Computer File
Eksistensi gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di NKRI
Dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945, dinyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang menganut asas desentralisasi dan tugas pembantuan dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan kelulasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Sebagai negara kesatuan Indonesia terbagi dalam wilayah Provinsi dan kabupaten/kota yang berdasarkan pasal pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 diberikan wewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Untuk mengawasi jalannya pemerintahan daerah tersebut pemerintah pusat menetapkan gubernur selain berkedudukan sebagai kepala daerah juga berkedudukan sebagai wakil pemerintah pusat. Pasal 38 UU. No. 32 Tahun 2004 menentukan bahwa sebagai wakil pusat gubernur memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan dan koordinasi penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah provinsi dan kabupaten/kota serta koordinasi pembinaan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan. penelitian ini, menganalisis mengenai bagaimana pelaksanaan tugas tersebut dilaksanakan telah sesuai atau belum dengan norma/kaidah berlandaskan otonomi daerah dan melihat apakah kedudukan yang diberikan sudah kuat atau belum dalam pelaksanaannya. Penelitian ini merupakan penelitian ilmu hukum normatif, yaitu mempergunakan pendekatan perundang-undangan, analisis konsep hukum dan kasus yang terjadi di lapangan. Sumber hukum yang digunakan meliputi bahan hukum primer dan sekunder yang dikumpulkan dan dianalisis dengan teknik interpretasi, konstruksi sehingga memperoleh suatu kesimpulan pada akhir penelitian Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa kedudukan Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah masih lemah. Hal ini disebabkan karena dalam UU.No. 32 Tahun 2004, hubungan hirarki antara provinsi dengan kabupaten/kota tidak dinyatakan secara tegas dan hanya hubungan antara keduanya hanya bersifat koordinasi. Sehingga keberadaan Gubernur diabaikan oleh bupati maupun instasi vertikal yang berada di wilayah provinsi. Berdasarkan PP. Nomor 19 Tahun 2010 Gubernur diberikan kewenangan untuk menjatuhkan sanksi kepada Bupati akan tetapi dalam pelaksanaannya ternyata kewenangan tersebut belum bisa dijalankan secara maksimal sebab petunjuk pelaksanaannya belum dikeluarkan oleh pemerintah pusat.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
skp30864 | DIG - FH | Skripsi | SKP-FH SAR e/14 | Perpustakaan | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain