Computer File
Isolasi dan identifikasi komponen bioaktif golongan terpenoid buah mahkota dewa
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat terbesar di dunia. Salah
satu tanaman obat potensial asli Indonesia adalah mahkota dewa yang berasal dari Papua.
Produksi buah mahkota dewa di Indonesia pada tahun 2013 menurun sebesar 16,9 %
dibandingkan 2012. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan mahkota dewa belum banyak
dikembangkan padahal mahkota dewa mengandung banyak senyawa bioaktif, seperti flavonoid,
tanin, alkaloid, saponin, dan terpenoid. Kandungan terpenoid yang ada pada mahkota dewa
sebesar (4,148 %), tidak berbeda jauh hila dibandingkan dengan temulawak (1,48-1,63 %) dan
jahe (2,49 %) yang telah banyak dimanfaatkan sebagai obat. Terpenoid menunjukkan aktivitas
farmakologi yang signifikan seperti anti viral, anti bakteri, anti inflamasi, dan inhibitor sintesis
kolesterol serta anti kanker. Penelitian ini difokuskan untuk mengisolasi dan menemukan
struktur senyawa aktif buah mahkota dewa, khususnya golongan terpenoid sehingga senyawa
aktiftersebut dapat disintesis sesuai daya keperluan medis.
Isolasi senyawa aktif buah mahkota dewa terutama golongan terpenoid dilakukan secara
maserasi dalam ekstraktor berkapasitas 2 L terhadap buah mahkota dewa kering menggunakan
pelarut metanol pada temperatur ruang dengan rasio umpan terhadap pelarut (F:S) sebesar 1:8
gr/mL selama 24 jam. Tujuannya untuk mengekstrak komponen bioaktif buah mahkota dewa,
baik yang polar maupun non polar yang mempunyai aktivitas antioksidan tinggi, yaitu flavonoid,
terpenoid, alkaloid, saponin, dan tanin. Selanjutnya fraksionasi menggunakan pelarut n-heksana
dengan rasio F:S sebesar 1:1 mL/mL pada temperatur ruang selama 1 jam di dalam corong pisah
untuk menarik senyawa terpenoid yang sebagian besar merupakan senyawa non polar di dalam
fraksi n-heksana. Fraksi n-heksana yang diperoleh dipisahkan di dalam kromatografi lapis tipis
menggunakan eluen n-heksana dan etil asetat ( dengan perbandingan yang divariasikan sampai
didapatkan perbandingan eluen yang cocok), kemudian dipisahkan lebih lanjut di dalam
kromatografi kolom menggunakan fasa diam silika gel dengan fasa gerak campuran n-heksana
dan etil asetat dengan perbandingan yang telah diperoleh pada tahap kromatografi lapis tipis.
Pengecekan fraksi dilakukan menggunakan kromatografi lapis tipis dan pola pemisahan yang
sama digabung. Fraksi dengan jumlah terbanyak dipisahkan lebih lanjut menggunakan
kromatografi lapis tipis preparatif. Analisa yang juga dilakukan terhadap fraksi metanol dan nheksana
meliputi analisa kuantitatif flavonoid, tanin, terpenoid, saponin, dan alkaloid.
Ekstrak metanol mengandung flavonoid, alkaloid, terpenoid, tanin, dan saponin berturutturut
sebesar 13,6394 mg ekivalen rutin/g oleoresin, 5,6484 mg/g oleoresin, 4,8407 mg/g
oleoresin, 2,1965 mg ekivalen asam galat/g oleoresin, dan 2,008 mg/g oleoresin. Setelah
difraksionasi fraksi metanol masih mengandung flavonoid, alkaloid, terpenoid, tanin, dan
saponin berturut-turut sebesar 12,019 mg ekivalen rutin/g oleoresin, 4,095 mg/g oleoresin,
0,0041 mg/g oleoresin, 2,0744 mg ekivalen asam galat/g oleoresin, dan 1,9463 mg/g oleoresin.
Sedangkan pada fraksi n-heksana hanya mengandung terpenoid dan alkaloid berturut-turut
sebesar 4,7232 mg/g oleoresin dan 0,3306 mg/g oleoresin. Rasio eluen optimum yang didapat
dari kromatografi lapis tipis yaitu rasio volume n-heksana dan etil asetat 8:2.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
skp31274 | DIG - FTI | Skripsi | TK HEN i/16 | Perpustakaan | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain