Computer File
Keberlakuan penerapan upaya mediasi sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana dalam perlindungan hak-hak korban
Hukum pidana Indonesia mengatur antara pelaku yang melakukan tindak pidana dan korban yang mengalami akibat dari tindakan pidana tersebut. Bahwa penyelesaian tindak pidana tersebut diselesaikan melalui proses di pengadilan. Sesuai dengan sifat dari hukum pidana yang merupakan hukum publik. Sifat publik dari hukum pidana adalah tanggung jawab yang dimiliki pelaku dipertanggungjawabkan kepada negara, sehingga negara memiliki wewenang untuk menyelesaikan tindak pidana yang terjadi tanpa adanya keinginan dari korban itu sendiri.
Namun penyelesaian di pengadilan memiliki kelemahan. Penyelesaian yang dilakukan melalui proses pengadilan mempunyai kelemahan dari sisi waktu dan biaya. Waktu yang dibutuhkan sangat panjang, akibat adanya proses-proses yang harus ditempuh serta biaya yang dikeluarkan baik untuk administrasi pengadilan atau biaya penasihat hukum. Selain daripada itu, korban sebagai pihak yang dirugikan atas tindakan tersebut tidak memiliki hak secara penuh untuk memperjuangkan hak-hak yang sudah terlanggar. Korban diwakili oleh negara melalui jaksa penuntut umum, sesuai acuan aturan dalam Hukum Acara Pidana Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981.
Maka dari itu dibutuhkan alternatif penyelesaian perkara pidana untuk adanya proses penyelesaian yang memiliki waktu yang lebih singkat dan biaya yang lebih murah. Alternatif tersebut adalah mediasi yang dapat dilakukan atas keinginan pelaku dan korban itu sendiri (persetujuan). Dalam praktik sering digunakan hal ini, karena dalam perkembangan masyarakat yang memiliki kebutuhan akan penyelesaian perkara yang efektif. Dalam praktik, proses dalam alternatif ini, dapat mengakomodir hak-hak korban yang dapat memulihkan keadaannya. Korban secara penuh dapat menuntut apa yang seharusnya menjadi haknya. Hal ini karena negara adalah pihak yang bukan secara langsung dirugikan oleh adanya tindak pidana. Seperti contoh dalam kasus penganiayaan, bahwa korban dibuat rugi oleh tindak penganiayaan sedangkan dirinya tidak dapat menuntut hal-hal yang dapat memulihkan keadaannya karena tanggung jawab pelaku dialihkan kepada negara. Hal ini mengurangi sikap korban secara aktif kepada pelaku untuk menuntut agar memulihkan keadaannya seperti semula.
Alternatif mediasi ini belum memiliki aturan yang dapat menjadi dasar hukum atas penerapan dan keberlakuannya. Dasar hukum yang sudah jelas adalah ketika pelakunya masih anak. Sedangkan bagaimana ketika pelaku tersebut adalah seseorang yang dewasa. Jika tidak diatur maka kepentingan korban akan terhambat.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
skp31376 | DIG - FH | Skripsi | SKP-FH LEN k/15 | Perpustakaan | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain