Computer File
Suatu kajian teoritis mengenai relevansi Pasal 28 Statuta Roma 1998 tentang Tanggungjawab komandan dan atasan lainnya dengan Pasal 42 Undang-undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM tentang Tanggungjawab komandan
Tanggung jawab komandan sudah ada sejak sebelum Perang Dunia II. Namun, dunia telah gagal dalam memberi rasa keadilan kepada korban perang. Setelah perang berakhir pada 8 Agustus 1945, empat negara sekutu yakni Amerika, Inggris, Prancis, dan Uni Soviet menandatangani London Agreement yang memuat beberapa prinsip, yang salah satunya adalah prinsip kepala negara atau pejabat lain, bertanggung jawab. Statuta Roma yang telah disahkan pada tanggal 17 Juli 1998 merupakan dasar hukum bagi pembentukan dan operasionalisasi Pengadilan Pidana Internasional, Statuta Roma 1998 menggunakan prinsip-prinsip yang sudah dikemukakan dalam Piagam Mahkamah Militer Nurmberg, Statuta ICTR, dan Statuta ICTY, yaitu berkaitan dengan yuridiksi personal, Mahkamah mengesampingkan segala hal dengan status resmi dari orang yang bersangkutan yang terlibat dalam salah satu atau lebih jenis kejahatan yang tunduk pada yuridiksi Mahkamah. Indonesia telah mengundangkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dalam rangka pengadilan hak asasi manusia dalam kasus Timor-Timur dengan mengadopsi beberapa standar internasional sebagaimana diatur dalam Statuta Roma 1998. Pertanggungjawaban pidana komandan militer atau seseorang yang secara efektif bertindak sebagai komandan militer dan seorang atasan baik polisi maupun sipil lainnya diatur secara khusus dalam Pasal 42. Namun dalam praktiknya, aturan tersebut belum direalisasikan dangan baik yang terbukti dari tidak ada satu pun petinggi militer yang dijatuhi hukuman oleh pengadilan Ad Hoc.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
skp32760 | DIG - FH | Skripsi | FH PRA s/16 | Perpustakaan | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain