Computer File
Fungsi ASEAN sebagai organisasi internasional regional dalam penyelesaian sengketa antar negara anggota
Negara negara di kawasan asia pada umumnya adalah negara bekas kolonialisme
barat, setelah negara negara tersebut merdeka dan diberikan kemerdekaan, mereka menjadi negara yang berdaulat penuh dan berhak mengatur negaranya sendiri. Negara negara yang berdaulat tersebut memiliki karakter dan budaya yang berbeda satu sama lain, selain itu untuk menjaga kedaulatannya, mereka menetapkan batas-batas wilayah, baik didarat maupun dilaut. Asia Tenggara sebagai kawasan regional di benua asia memiliki lebih dari 10 negara, namun hanya 10 saja yang saat ini menjadi negara anggota ASEAN. Dengan banyaknya negara anggota, tentu dapat menghadirkan berbagai macam
konflik regional didalamnya. ASEAN sebagai Organisasi Intemasional Regional
mempunyai instrument seperti TAC, Piagam ASEAN dan AIHCR yang dapat dipakai
untuk menyelesaikan permasalahan diantara negara anggotanya, namun dalam
prakteknya, negara-negara anggotanya kurang memaksimalkan instrument instrument yang ada didalam ASEAN. Dalam TAC terdapat tiga mekanisme atau prosedur dalam menyelesaikan kontlik atau sengketa:
1. Penghindaran Timbulnya Konflik atau Sengketa dan Penyelesaian Melalui Negosiasi Secara Langsung Dilakukan secara langsung dengan baik-baik di antara mereka (friendly negotiations).
2. Penyelesaian Konflik atau Sengketa Melalui The High Council
Jika cara pertama.friendly negotiation gaga!, maka penyelesaian sengketa masih dimungkinkan dilakukan oleh The High Council. The High Council terdiri dari setiap Negara anggota ASEAN. Apabila sengketa timbul maka The High Council akan memberikan rekomendasi mengenai cara-cara penyelesaian konflik atau sengketa. The High Counciljuga diberi wewenang untuk memberikan jasa baik, mediasi, penyelidikan atau konsiliasi, apabila para pihak menyetujuinya.
3. Penyelesaian Konflik atau Sengketa Melalui Mahkamah Internasional
Jika cara pertama friendly negotiation dan kedua The High Council gagal, maka dilakukan cara ketiga yaitu melalui Mahkamah Internasional.
Meskipun terdapat mekanisme tersebut di atas, TAC tidak menghalangi para
pihak untuk menempuh cara atau metode penyelesaian sengketa lainnya yang para pihak sepakati sebagaimana tercantum dalam pasal 33 ayat ( 1 ) Piagam PBB. Sehingga dalam prakteknya, penyelesaian sengketa melalui badan atau organisasi internasional regional kurang mendapat respon positif dari anggota badan regional itu sendiri. Seperti pada beberapa kasus yang terjadi dikawasan ASEAN yang memperlihatkan kekurang populeran forum penyeleseian sengketa antar negara di lingkup regional. Pada kasus antara indonesia dengan malaysia beberapa saat yang lalu, yakni mengenai sengketa atas kepemilikan pulau. Sengketa antara indonesia dengan malaysia tentang kepemilikan pulau sipadan dan ligitan pada mulanya dicoba untuk diselesaikan lewat mekanisme yang ada di ASEAN. Namun setelah melewati negosiasi panjang, malaysia dan indonesia akhirnya sepakat untuk membawa masalah kepemilikan pulau sipadan dan ligitan ke Mahkamah Internasional yang akhirnya dimenangkan oleh malaysia. Kasus lainnya yakni antara
malaysia dengan singapura pada tahun 2008 mengenai status kepemilikan Pulau Batu Puteh, dimana akhirnya malaysia dan singapura juga sepakat untuk membawa permasalahan mereka ke Mahkamah Internasional. Namun sebelum mereka menempuh jalur penyelesaaian lewat Mahkamah Internasional, mekanisme penyelesaian lewat ASEAN sudah mereka lewati dan ternyata tidak menyelesaikan masalah juga. Permasalahan mengenai sejauh mana peran badan Internasional Regional terhadap penyeleseian sengketa negara anggotanya kemudian timbul, masalah ini terlihat dengan keengganan para anggota untuk menyelesaikan sengketa mereka melalui forum yang dimiliki di lingkup regionnya. Hal ini tentu menjadi pertanyaan besar mengingat ASEAN sebenarnya sudah memiliki mekanisme penyelesaian sengketa lewat Perjanjian
Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara atau TAC. Hal ini menimbulkan suatu pertanyaan besar, mengapa para pihak dalam suatu sengketa tidak menyelesaikan permasalahannya pada badan regional yang sesungguhnya memiliki kemampuan untuk meredakan atau menyelesaikan konflik diantara para anggota. ASEAN masih memiliki banyak pekerjaaan rumah yang cukup berat yang dapat berujung kepada konflik perbatasan seperti Laut Cina Selatan dan daerah sekitarnya yang berbatasan langsung dengan negara-negara ASEAN, pelanggaran HAM di Myanmar serta kasus Ambalat antar Indonesia dengan Malaysia yang dikhawatirkan dapat mengganggu keamanan dan kedamaian dikawasan asia tenggara dll. Dengan adanya potensi - potensi konflik tersebut, maka dibutuhkan perhatian ekstra, fokus, serta peran dan kewenangan ASEAN untuk mencegah pecahnya konflik dikawasan asia tenggara. Mengingat negara-negara anggota telah meratifikasi Piagam ASEAN yang menjadikan ASEAN organisasi internasional yang memiliki legal personality dengan Piagam ASEAN sebagai konstitusinya, khususnya yang diatur dalam
Bab VIII mengenai prinsip umum penyelesaian sengketa dimana ASEAN sebagai
organisasi regional memiliki forum atau badan penyelesaian sengketa.
Dengan terwujudnya ASEAN Community diharapkan dapat mendorong negara
anggota menjalankan ketentuan-ketentuan yang ada didalam TAC, mengingat negaranegara dikawasan asia tenggara memiliki banyak konflik dan potensi konflik, lagipula High Council sendiri belum pernah secara formal diberlakukan. Namun demikian bukan berarti negara-negara ASEAN gagal menjalankan TAC, hal ini lebih disebabkan kurang percayanya negara anggota dengan instrument yang ada sehinggaa fungsi TAC ini dirasa kurang efektif, selain itu terdapat prinsip non-intervensi yang terlalu kaku sehingga hal ini dapat dijadikan alasan negara-negara yang sedang berkonflik dan membuat masalah tidak bisa terselesaikan lewat mekanisme yang ada. Jadi sesungguhnya, ASEAN dapat digunakan sebagai suatu forum penyelesaian
sengketa antar negara anggotanya seperti Uni Eropa, salah satu kendala yang dihadapi ASEAN dan merupakan factor esensial menurut penulis hanya penggunaan prinsip nonintervensi yang terlalu kaku, bahkan cenderung dijadikan sebagai "tameng" atas nama kedaulatan suatu negara, dalam hal ini negara anggota ASEAN.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
skp32778 | DIG - FH | Skripsi | FH KUD f/16 | Perpustakaan | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain