Computer File
Diskriminasi atas hak pendidikan pada siswi perempuan yang menikah
Pendidikan adalah penting bagi setiap orang, karena pendidikanlah yang memampukan setiap orang untuk meningkatkan kualitas hidupnya demi memerangi kemiskinan. Dapat dikatakan pendidikan adalah syarat mutlak manusia berkualitas. Para founding father negara Indonesia juga menyadari betul urgensi dari pendidikan ini. Oleh karenanya pendidikan diatur di dalam landasan konstitusional negara ini sebagai salah satu hak dasar yang harus dipenuhi tanpa pembedaan. Akan tetapi Realitas menunjukkan hal yang sebaliknya. Masih terjadi pembedaan-pembedaan di dunia pendidikan Indonesia. Salah satunya pembedaan terhadap status menikah peserta didik, khususnya di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA).
Peraturan Perkawinan Indonesia memberikan batas minimal bagi seseorang untuk melangsungkan perkawinan, yaitu 16 tahun bagi kaum perempuan, dan 19 tahun bagi kaum laki-laki. Sebagaimana diketahui bahwa umumnya 16 tahun adalah usia sekolah bagi setiap orang. Dengan demikian tidak menutup kemungkinan ketika seseorang sedang dalam masa studinya, ia melangsungkan pernikahan. Jika terjadi seperti itu idealnya sekolah sebagai lembaga pendidikan tidak bisa mencabut hak atas pendidikan yang dimiliki oleh peserta didik tersebut, karena pendidikan ialah hak setiap orang dan diselenggarakan tanpa pembedaan. Namun pada kenyataannya peserta didik yang menikah dikeluarkan dari sekolah di mana ia menimba ilmu, dengan alasan yang beragam. Bahwa dengan adanya tindakan pengeluaran terhadap peserta didik yang menikah yang dilakukan oleh pihak sekolah maka tindakan ini bertentangan dengan landasan konstitusional negara Indonesia, juga Peraturan-peraturan Pendidikan di Indonesia, serta peraturan-peraturan lain yang terkait.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
skp32781 | DIG - FH | Skripsi | FH PAU d/16 | Perpustakaan | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain