Text
Segi-segi hukum dan pelaksanaan kewajiban dokter mengenai persetujuan tindakan medik : suatu penelitian yuridis sosiologis di kabupaten Sukabumi dan kotamadya Bandung pada tahun 1995/1996
Sejak diundangkarnya Peraturan Menteri Kesehatan tentang Persetujuan
Tindakan Medik No 585 tahun 1989, maka dua hak pasien yaitu hak atas informasi
dan hak atas persetujuan, telah mendapatkan pengaturan secara hukum. Dengan
perkataan lain Persetujuan Tindakan Medik telah menjadi lembaga hukum.
Berbicara tentang lembaga hukum, maka di dalamnya selalu diatur tentang hak
dan kewajiban yang timbak balik, dalam arti hak pasien menjadi kewajiban dokter,
kewajiban pasien menjadi hak dokter.
Pada intinya pasien berhak mendapatkan informasi baik diminta mau pun
tidak diminta dari dokter tentang keadaan penyakit yang dideritanya sekaligus juga
tentang alternatif pengobatannya dan setelah mendapatkan informasi tersebut dan
adalah hak pasien pula untuk memberikan persetujuan terhadap tindakan medik
yang akan dilaksanakan atas dirinya. Bersamaan pula terdapat hak pasien untuk
tidak memberikan persetujuan dalam arti pasien berhak menolak untuk
dilaksanakan tindakan medik terhadap dirinya dan kewajiban dokter untuk
menghormati hak tersebut.
Peraturan mengatur tentang kewajiban dokter memberikan informasi hanya
kepada pasien, dalam hal informasi akan diberikan kepada keluarga pasien maka
harus dengan persetujuan pasien. Di samping itu diatur pula tentang persetujuan
yang hanya diberikan oleh pasien tanpa mengikutsertakan pasien dalam hal pasien
telah dewasa dan mampu memberikan persetujuan.
Terdapat pengaturan tentang sanksi administratif, dalam hal dokter
melalaikan kewajibanya dalam memenuhi hak pasien. Tetapi untuk tindakan medik
yang sesuai dengan program pemerintah, maka tidak diperlukan Persetujuan
Tindakan Medik.
Data yang didapat dari penelitian lapangan di Kabupaten Sukabumi mau
pun di Kotamadya Bandung, hanya sebagian keeil dohkter pernah membaca atau
mempelajari Permenkes No. 585/1989, jangankan memahaminya. Sehingga dapat
dimengerti kalau pelaksanaan kewajiban dokter mengenai Persetujuan Tindakan
Medik masih jauh dari yang diharapkan.
Hasil wawancara dan hasil kuesioner menunjukkan adanya pendapat dari
responden yang mengatakan bahwa pengaturan tentang Persetujuan Medik adalah
pengaturan yang baik, kecuali pengaturan tentang tidak diperlukannya Persetujuan
Tindakan Medik atas tindakan medik yang sesuai dengan program pemerintah.
Sebagian besar responden berpendapat bahwa pasal tersebut berisi pengaturan
yang buruk.
Sebagian besar responden setuju untuk melaksanakan kewajiban
memberikan informasi kepada pasien dan meminta persetujuan pasien sebelum
tindakan medik dilaksanakan. Mengenai isi informasi yang diberikan kepada
pasien, responden belum seragam memberikannya. Sedangkan persetujuan yang
diminta dari tindakan medik bkan bedah menurut responden cukup dengan liasan
dan untuk tindakan medik bedah memang diperlukan persetujuan tertulis.
Sebagian besar responden tidak berkeberatan kalau keluarga pasien
ikut serta memberikan Persetujuan Tindakan Medik. Pada prinsipnya dokter
berpendapat, dalam keadaan gawat darurat tidak perlu dilaksanakan Persetujuan
Tindakan Medik, lebih-iebih kalau pasien hanya sendiri. Tetapi pada prakteknya
beberapa responden yang diwawancara mengatakan akan menunggu kedatangan
keluarga pasien, kalau masih dapat ditunda pelaksanaan tindakan mediknya.
Sebagian besar responden berpendapat bahwa persetujuan yang diberikan
oleh pasien, mengandung arti bahwa pasien melepaskan haknya untuk menuntut
tenaga kesehatan kalau terjadi sesuatu yang tidak diharapkan. Suatu pendapat yang
salah, sebab kesalahan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tidak dapat dihapus
dengan persetujuan dari pasien.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa pe1aksanaan Persetujuan Tindakan Medik
belum dilaksanakan secara baik dan benar. Dokter memenuhi pelaksanaan
Persetujuan Tindakan Medik, karena merasa berkewajiban untuk memenuhinya,
bukan karena peraturan itu telah mengalami pelembagaan.
Perlu diupayakan, baik oleh pemerintah c.q. Departeman Kesehatan mau
pun oleh pihak tenaga kesehatan untuk memaharni lembaga Persetujuan Tindakan
Medik, sehingga pelaksanaan Persetujuan Tindakan Medik, bukan hanya karena
pemenuhan kewajiban, tetapi karena memang menghargai dan mau berbuat sesuai
apa yang ditentukan oleh peraturan .
Berhubung lembaga Persetujuan Medik mengatur tentang dua hak asasi
pasien, perlu diupayakan agar pembentukan peraturan pelaksanaan tentang hak
pasien dipercepat, sehingga para pihak mengetahui akan hak dan kewajibannya.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
77245 | R/DIG - FH | Laporan Penelitian Dosen | 344.041 SUP s | Gdg9-Lt3 (LPD-LPM FH) | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - No Loan |
Tidak tersedia versi lain