Computer File
Studi eksperimental sambungan kolom-kolom pada sistem beton pracetak dengan menggunakan sleeves
Penggunaan beton pracetak sebagai sistem struktur pada bangunan di Indonesia
telah mengalami peningkatan secara signifikan beberapa tahun ini. Hal ini
disebabkan karena sistem beton pracetak memiliki lebih banyak keuntungan
dibandingkan dengan sistem beton konvensional yang dicor di tempat, terutama
dari segi efisiensi waktu selama proses konstruksi. Bagaimanapun, sebagian besar
wilayah di Indonesia terletak pada zona yang rawan terhadap gempa. Ketika
menerima beban gempa, sambungan beton pracetak menjadi bagian yang paling
kritis pada suatu struktur bangunan. Oleh karena itu, sambungan beton pracetak
harus direncanakan agar dapat berperilaku dengan baik, dari segi kekuatan,
kekakuan, daktilitas, dan stabilitas, pada saat mentransfer beban gravitasi dan
beban gempa. Sebagai tambahan, sambungan beton pracetak haruslah sesederhana
mungkin, ekonomis, dan mudah untuk diaplikasikan di lapangan.
Secara umum, sambungan beton pracetak dapat dibedakan menjadi 2 kategori,
yaitu : sambungan kuat dan sambungan daktail. Penggunaan sleeves baja yang
diinjeksikan mortar grouting untuk menghubungkan tulangan longitudinal antara
2 elemen beton pracetak adalah salah satu cara untuk menciptakan sambungan
kuat. Pada saat pabrikasi elemen beton pracetak, sleeves baja ditanam di salah satu
elemen beton pracetak, sedangkan pada elemen beton pracetak yang lainnya,
tulangan longitudinal ditonjolkan keluar dengan panjang tonjolan yang
direncanakan berdasarkan panjang penyaluran yang dibutuhkan, sesuai dengan
diameter tulangan longitudinal yang digunakan. Di lapangan, kedua elemen beton
pracetak tersebut disatukan dengan memasukkan tulangan longitudinal yang
ditonjolkan tersebut ke dalam sleeves baja yang telah tertanam pada elemen beton
pracetak lainnya. Setelah kedua elemen beton pracetak disatukan, sambungan
diinjeksi dengan mortar grouting untuk mengisi ruangan kosong yang ada di
antara tulangan longitudinal dan dinding sleeves. Kekuatan sambungan sangat
mengandalkan kuat lekat antara tulangan longitudinal dan mortar grouting.
Sebagai tambahan, kehadiran sleeves dapat memberikan efek kekangan pada
mortar grouting, sehingga dapat meningkatkan kuat lekat antara tulangan
longitudinal dan mortar grouting.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami perilaku serta performa elemen
beton pracetak yang disambung dengan sistem sambungan sleeves, yang
digunakan untuk menghubungkan elemen-elemen kolom pracetak, terhadap beban
lateral.
Pengujian dilakukan pada 2 buah model uji kolom-pondasi pracetak berskala
penuh. Alasan penggunaan model uji tersebut didasarkan pada mekanisme
deformasi non-linear yang terjadi pada ujung kolom di lantai dasar pada saat
struktur pracetak menerima beban lateral. Seperti diketahui, plastifikasi pada
elemen kolom pracetak akibat beban lateral dibutuhkan terjadi pada dasar kolom
di lantai dasar. Sedangkan daerah lain di sepanjang elemen kolom pracetak di luar
daerah ini, plastifikasi tidak diperbolehkan terjadi. Dengan demikian, hubungan
elemen kolom pracetak dan elemen pondasi pracetak menjadi daerah yang paling
kritis di sepanjang elemen kolom pracetak pada saat struktur pracetak menerima
beban lateral.
Tinggi kolom benda uji direncanakan sebesar setengah tinggi kolom pada suatu
tingkat struktur prototipe. Sleeves baja yang digunakan untuk menghubungkan
elemen kolom pracetak didesain dengan konsep kapasitas dan dibuat lebih kuat
dibandingkan dengan elemen yang disambungnya, yaitu tulangan longitudinal
kolom. Kolom pracetak didetail berdasarkan persyaratan detailing sistem rangka
penahan momen menengah (SRPMM). Parameter test pada penelitian ini adalah
rasio luas tulangan longitudinal kolom terhadap luas bruto penampang kolom,
rasio luas sleeves terhadap luas bruto penampang kolom, dan spasi antara sleeves
yang berdekatan. Beban lateral diberikan secara bertahap, dengan kontrol
peralihan, sebesar 1,5;2;2,5;3;4;5 kali peralihan leleh teoritikal. Tiga siklus penuh
diaplikasikan pada setiap level peralihan.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa kedua benda uji mampu mengembangkan
daktilitas sampai dengan 3,49 untuk benda uji 1 dan 4,51 untuk benda uji 2, lebih
besar dibandingkan dengan daktilitas yang disyaratkan oleh peraturan untuk
sistem rangka penahan momen menengah, yaitu 3,3. Di samping itu, kedua benda
uji memiliki sifat histeresis yang lumayan baik, moderately robust (ATC-40),
serta tidak mengalami fenomena degradasi kekuatan dan kekakuan yang
berlebihan.
Kedua benda uji memenuhi kriteria penerimaan yang disyaratkan oleh peraturan.
Rasio kekakuan sekan terhadap kekakuan awal pada level drift penerimaan lebih
besar dari 5%, yaitu 20% untuk benda uji 1 (drift 5%) dan 11,97 % untuk benda
uji 2 (drift 6%). Kedua benda uji juga memiliki rasio energi disipasi relatif pada
level drift penerimaan yang lebih besar dari 0,125, yaitu 0,33 untuk benda uji 1
(drift 5%) dan 0,34 untuk benda uji 2 (drift 6%).
Hasil pengujian kemudian dibandingkan dengan hasil analisis berdasarkan asumsi
sistem beton monolit, berdasarkan hubungan momen kelengkungan. Berdasarkan
perbandingan yang dilakukan, terlihat bahwa perilaku benda uji adalah setara
dengan perilaku beton monolit. Oleh karena itu pada penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa elemen-elemen kolom yang disambung dengan menggunakan
sistem sleeves dapat didesain dengan menggunakan asumsi beton monolit, dengan
ketentuan sistem sleeves didesain sebagai sambungan kuat dan detailing elemen
elemen kolom pracetak mengikuti persyaratan yang ditentukan untuk sistem
rangka pemikul momen menengah.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
tes949 | T/DIG - PMTS | Tesis | 624.183 41 EDD s | Perpustakaan | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain