Computer File
Akibat hukum penjatuhan sanksi pidana terhadap badan usaha perseroan terbatas : Kajian tentang penempatan badan usaha perseroan terbatas sebagai subyek hukum pidana dalam Undang Undang nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
Dalam perkembangan sistem hukum di Indonesia, badan usaha termasuk juga yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT), telah ditempatkan sebagai subyek hukum pidana yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Hal tersebut dibuktikan antara lain dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas, PT sebagai
badan hukum yang dibentuk berdasarkan perjanjian. Untuk sahnya perjanjian pendirian PT harus memenuhi syarat sah perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.
Agar PT memperoleh status badan hukum, perjanjian pendirian PT harus mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman dan HAM. Dengan adanya pengesahan tersebut, perjanjian pendirian PT telah memenuhi persyaratan baik yang berkaitan dengan syarat sah perjanjian maupun syarat formil dan syarat materiil sebagaimana ditentukan dalam UUPT. Meskipun demikian, berdasarkan Pasal 117 ayat (1) huruf b UUPT menentukan bahwa Pengadilan Negeri dapat membubarkan PT atas dasar permohonan yang diajukan oleh pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam Perjanjian Pendiriannya.
Dari analisis yang dilakukan, ketentuan Pasal 117 ayat (1) huruf b UUPT tersebut tidak dapat diterapkan, karena sekalipun PT dijatuhi sanksi pidana hal tersebut tidak menimbulkan cacat hukum terhadap perjanjian pendirian PT, dikarenakan :
1. Perjanjian pendirian PT telah mendapat pengesahan oleh Menteri Kehakiman dan HAM sehingga secara yuridis perjanjian pendirian tersebut telah memenuhi syarat sah perjanjian maupun syarat formil dan materiil untuk sahnya pendirian PT sebagaimana ditentukan dalam UUPT;
2. Dengan telah mendapat status sebagai badan hukum, tidak ada lagi keterkaitan antara PT dengan perjanjian pendiriannya dan menjadikan PT dapat bertindak sebagai subyek hukum sehingga dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukannya;
3. Sanksi pidana tersebut dijatuhkan setelah perjanjian pendirian PT disahkan oleh Menteri Kehakiman dan HAM.
Terhadap PT yang dijatuhi sanksi pidana karena melanggar UULPM, membuktikan bahwa meskipun PT dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, ternyata direksi selaku organ PT tetap dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Hal ini selain karena UUPT menganut "The ultra vires doctrine", juga karena UULPM menganut prinsip "alternatif kumulatif" dalam hal pertanggungjawaban pidana.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
tes14 | T/DIG - PMIH | Tesis | Perpustakaan | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain