Computer File
Pengaruh detente (peredaan ketegangan) antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet terhadap keseimbangan kekuatan di Kawasan Asia Tenggara (1986-1991)
Berbagai perubahan dalam peta politik global ikut mewarnai percaturan politik di kawasan Asia Pasifik. Dimulai dari pergeseran pola hubungan Amerika Serikat-Uni Soviet menyusul demara perabaharuan di Uni Soviet dan Eropa Timur, perubahan tata hubungan antar negara yang ikut mewarnai kawasan Asia Tenggara menunjukkan ciri pergeseran dari pola hubungan konflik ke Consensus. Konflik-konflik bilateral mulai menemukan titik akhir, dan pada gilirannya semua mengarah kepada pembentukan tatanan stabil di Indocina, yang selama lebih dari sepuluh tahun diperumit oleh konflik Kamboja.
Peredaan ketegangan di Asia Tenggara, berraula dari perubahan dalam kebijaksanaan pemerintah Uni Soviet terhadap Asia, khususnya terhadap kawasan Asia Tenggara. Dalam pernyataannya di Vladivostok 28 Juli 1986, Mikhail Gorbachev menegaskan keinginan Uni Soviet untuk membentuk suatu hubungan baru di Asia dan Pasifik. Untuk itu, Moscow akan menarik pasukannya dari Afghanistan, dan lebih aktif menjalin hubungan dengan negara-negara sosialis dan non-sosialis di Asia Tenggara, dan mengadakan perundingan perbaikan hubungan dengan Cina dan Jepang. Postur "damai" Uni Soviet ini mendapat sambutan positif dari negara-negara Asia non-komunis, dan Uni Soviet memang bersungguh-sungguh dengan keinginannya dan hal ini terbukti ketika Soviet menarik mundur semua pasukannya dari Afghanistan. Di kawasan Asia Tenggara, niat Uni Soviet itu tercermin dari keputusannya untuk mengurangi bantuan kepada Vietnam, serta mendesak Hanoi untuk lebih fleksibel dalam mencari penyelesaian konflik Kamboja.
Kesulitan-kesulitan di dalam negeri, baik di Amerika Serikat maupun Uni Soviet, mendorong Washington dan Moscow untuk lebih memandang soal keamanan dari sudut pengendalian persenjataan daripada persaingan militer. Menurunnya persaingan terbuka dan perebutan pengaruh antara Amerika Serikat dan Uni Soviet, mendorong kedua superpower itu untuk menilai kembali kehadiran mereka secara militer di berbagai kawasan dunia serta berusaha mencari solusi atas konflik-konflik regional.
Melihat hal tersebut, keseimbangan kekuatan yang terjadi di kawasan Asia Tenggara setelah adanya detente (peredaan ketegangan) antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet dapat mengakibatkan kekosongan kekuatan yang cen-derung memunculkan kekuatan-kekuatan baru yang tampaknya akan diisi oleh negara-negara besar lainnya, terutama Cina dan Jepang yang tentu sangat berkepentingan terhadap kawasan Asia Tenggara.
Penting bagi negara-negara ASEAN dan negara lainnya di Asia Tenggara untuk bersatu erat dan menjadi kuat agar dapat menghadapi berbagai perubahan-perubahan yang terjadi.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
skp13994 | DIG - FISIP | Skripsi | HI SET p/94 | Perpustakaan | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain