Computer File
Daya saing ekspor karet alam Indonesia di Pasar Internasional
Karet Alam sebagai salah satu komoditas nonmigas mempunyai peranan
penting bagi perekonomian Indonesia, karena ekspor karet alam merupakan ekspor
nonmigas ketiga terbesar bagi Indonesia setelah tekstil dan kayu lapis ditambah lagi dengan
luas lahan yang dimiliki sebesar 3,5 juta ha adalah yang terluas di seluruh dunia pada tahun
1996. Dengan munculnya perdagangan dunia serta krisis di berbagai bidang sejak
pertengahan tahun 1997 yang masih berlanjut persaingan yang semakin ketat akan muncul
terutama dari Thailand dan Malaysia maka perlu dilakukan upaya meningkatkan daya saing
ekspor karet alam Indonesia.
Daya saing karet dalam penelitian ini menitikberatkan pada sisi penawaran
dengan mencari besarnya nilai pangsa pasar serta kinerja ekspor karet alam Indonesia di dunia dari tahun 1996-2000 dengan Thailand dan Malaysia sebagai pembandingnya.
Dengan mencari besarnya nilai pangsa pasar, menggunakan indeks RCA, akan diketahui
keunggulan komparatif atau daya saing karet alam dari ketiga negara tersebut. Lebih lanjut,
Analisis Shift-Share membandingkan kinerja dan laju pertumbuhan sektor-sektor di ketiga
negara dengan kinerja dan laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dunia.
Berdasarkan hasil perhitungan data-data yang telah dikumpulkan
menunjukkan bahwa karet alam Indonesia memiliki keunggulan komparatif di pasar
internasional dengan nilai RCA berkisar antara 14,87 pada tahun 1996 menjadi 12,97 pada
tahun 2000. Penurunan nilai RCA terjadi sejak tahun 1999 hingga tahun 2000. Meskipun
demikian, indeks keunggulan dimaksud masih lebih rendah bila dibandingkan dengan
Thailand. Thailand justru memperlihatkan konsistensi keunggulannya selama kurun waktu
yang sama di mana nilai RCA pada tahun 2000 naik menjadi 19,81. Berbeda halnya dengan
Indonesia dan Thailand, tampaknya daya saing ekspor karet Malaysia justru semakin
menurun. Berdasarkan angka selisih ekspor aktual dengan share effect menunjukkan
bahwa kinerja ekspor masing-masing negara secara individual menunjukkan angka positif,
tetapi, nilai selisih yang terbesar ada pada Thailand yaitu 551.129,31 juta US$. Nilai negatif
dari efek bauran industri terdapat di ketiga negara. Hal ini terjadi karena adanya
pertumbuhan negatif komoditas tersebut di dunia, yaitu sebesar -49,22 persen. Nilai efek
kompetitif menunjukkan bahwa dalam kurun waktu tahun 1996 sampai 2000 keunggulan
kompetitif ada pada Thailand, sedangkan Indonesia dan Malaysia tidak kompetitif. Nilai Efek
interaksi menunjukkan bahwa efek interaksi positif ada pada Thailand dengan nilai
101.476,20 juta US$.
Hasil perhitungan RCA dan shift-share menunjukkan bahwa pada dasarnya
Indonesia memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif pada komoditas karet alam.
Secara struktural pangsa komoditas karet alam dari total ekspor Indonesia lebih besar
dibanding pangsa yang sama untuk dunia. Akan tetapi, nilai efek struktural, efek kompetitif
dan efek interaktif yang ditimbulkan menjadi negatif mengingat adanya pertumbuhan negatif
yang lebih besar dalam ekspor karet alam dunia. Dengan demikian, untuk mempertahankan
serta memperluas pasar, diperlukan upaya-upaya untuk memenuhi tuntutan permintaan
karet alam dengan kualitas tinggi, konsisten dan tidak terkontaminasi serta upaya terus
menerus untuk menciptakan iklim yang kondusif guna menarik investor.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
skp464 | DIG - FE | Skripsi | E.PEMB FIR d/03 | Perpustakaan | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain