Computer File
Tinjauan yuridis sosiologis pelaksanaan hak remisi bagi narapidana white collar crime di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Cipinang dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan
Indonesia dinyatakan sebagai salah satu negara dengan tingkat pelanggaran hukum yang cukup tinggi. Terdapat dua jenis kejahatan yang ada di Indonesia yaitu yang pertama adalah street crime atau kejahatan pada umumnya seperti pencurian,pembunuhan, perampokan dan lain-lain juga. Yang kedua adalah kejahatan white collat crime atau kejahatan keras putih yang biasa disebut dengan kejahatan khusus seperti korupsi, terorisme dan kejahatan hak asasi manusia berat dan lain-lain. Dalam menanggulangi pelanggaran hukum tersebut Indonesia memiliki sistem peradilan dimana salah satu cara untuk mengadili setiap pelaku kejahatan adalah dengan sistem pemasyarakatan dimana pelaku kejahatan yang telah terbukti bersalah atau narapidana ditempatkan dalam suatu tempat yang dinamakan Lembaga Pemasyarakatan. Selama masa pembinaan terdapat hak-hak narapidana yang harus diberikan. Salah satu hak yang dimiliki narapidana adalah mendapatkan remisi dengan syarat tertentu yang harus dipenuhi. Termasuk narapidana pelaku korupsi. Masalahnya adalah layakkah seorang koruptor mendapatkan remisi?
Dalam praktiknya dalam menjalankan sistem pemasyarakatan tidak ada perbedaan hak-hak dan kewajiban-kewajiban tiap-tiap narapidana. Baik narapidana kejahatan street crime maupun kejahatan white collar crime memiliki kedudukan yang sama derajatnya yaitu sebagai Warga Binaan di Lembaga pemasyarakatan. Namun dalam pemberian hak remisi bagi narapidana terdapat kendala dimana salah satu syarat untuk dapatkan remisi adalah berkelakuan baik. Syarat tersebut terlalu abstrak dan tidak spesifik sehingga criteria penilaian sangat subjektif karena tiap-tiap orang pasti akan memiliki standarisasi yang berbeda dalam menilai suatu kelakuan baik. Selain itu, terdapat masalah lain yaitu bagaimana pemberian hak remisi bagi koruptor apakah akan sama dengan kejahatan lainnya mengingat kejahatan yang dilakukan koruptor merugikan masyarakatan banyak di seluruh wilayah Indonesia.
Ternyata dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan masih banyak kekurangan yang dimiliki oleh Undang-Undang dan peraturan pendukung lainnya di Indonesia. Kurangnya spesifikasi dari berkelakuan baik mengakibatkan adanya kendala dalam pemberian hak-hak bagi narapidana koruptor pada khususnya. Untuk itu beberapa saran telah dikemukakan penulis pada bab v agar meminimalisir kendala yang terjadi dan tidak adanya pemanfaatan dari kekurangan aturan-aturan yang ada.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
skp28607 | DIG - FH | Skripsi | SKP-FH AYU t/12 | Perpustakaan | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain