Computer File
Tinjauan yuridis kedudukan pergantian kelamin dalam perkawinan dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Hukum Islam
Pergantian kelamin merupakan fenomena yang telah banyak terjadi di Indoneia.
Perkembangan ilmu medis saat ini seakan mempermudah para pihak penderita penyimpangan
gender untuk melakukan upaya operasi kelamin. Operasi kelamin itu sendiri terbagi menjadi 3
(tiga) macam yaitu operasi penyempurnaan kelamin, operasi penyesuaian kelamin dan operasi
kelamin yang bertujuan merubah kelamin lama menjadi baru. Hal tersebut juga diiringi oleh
banyaknya penetapan pengadilan yang mengesahan adanya pergantian kelamin tersebut.
Penetapan pengadilan tersebut memberikan pengesahan terhadap hak dan kewajiban yang baru
pihak yang melakukan penggantian kelamin. Berkaitan dengan hal tersebut, tentunya terdapat
masalah yang timbul dalam hal Hukum Islam memandang kedudukan seseorang yang
melakukan pergantian kelamin dan keabsahan perkawinan seseorang yang melakukan pergantian
kelamin menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatf dengan
menggunakan sumber data primer berupa peraturan perundang-undangan terkait dan penetapan
pengadilan tentang pergantian kelamin, dalam penelitian ini penulis juga menggunakan sumber
data sekunder lain yaitu meliputi berbagai buku, artikel, jurnal ilmiah, majalah, laporan-laporan,
doktrin, pendapat para ahli, artikel-artikel, buku teks, dan berbagai sumber referensi melalui
internet maupun sarana lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diangkat serta
sumber hukum tersier berupa ensiklopedia dan kamus.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam hal
operasi penyempurnaan atau perbaikan kelami hukum Islam diperbolehkan bahkan sebagai
muslim diwajibkan, sehingga perkawinan yang dilangsungkan oleh pihak tersebut adalah sah.
Operasi penyesuaian terhadap alat kelamin ganda (khuntsa) pada dasarnya secara hukum Islam
diperbolehkan (mubah) dengan ketentuan bahwa operasi tersebut dilakukan dengan membuang
salah satu alat kelamin dan menghidupkan alat kelamin lainnya yang sesuai dengan keadaan dan
fungsi bagian dalam, sedangkan operasi kelamin yang dilakukan dengan menghilangkan salah
satu alat kelamin yang dominan dengan kondisi biologis bagian dalam, dan menghidupkan alat
kelamin lain yang berlawanan dengan fungsi biologis bagian dalam maka hal tersebut adalah
haram hukumnya. Dalam hal ini perkawinan yang dilangsungkan oleh pihak yang melakukakn
penyesuaian kelamin dengan kondisi biologis bagian dalam adalah sah, sedangkan pihak yang
mengubah kondisi alat kelamin yang berlainan dengan kondisi biologis bagian dalam adalah
haram hukummnya. Operasi kelamin yang dilakukan bertujuan untuk mengubah alat kelamin
yang secara normal dimilikinya atau yang dikenal dengan transeksual secara hukum Islam adalah
haram hukumnya, sehingga perkawinan itu pun haram hukumnya. Karena pada dasarnya
perkawinan tersebut dilakukan oleh pasangan sejenis. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang
Perkawinan maka perkawinan tersebut adalah sah karena dengan adanya penetapan tersebut
pihak yang melakukan operasi kelamin harus dianggap sebagai seorang wanita dengan memiliki
hak dan kewajiban sebagai seorang wanita pada umumnya yang harus diakui dan dilindungi oleh
hukum, maka dengan adanya penetapan pengadilan mengenai pengesahan pergantian kelamin
tersebut, seharusnya berdasarkan ketentuan ini perkawinan yang dilakukan oleh pihak tersebut
seharusnya diperbolehkan, karena kedudukannya yang secara hukum telah diakui sebagai wanita
dengan hak dan kewajiban yang sama.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
skp28832 | DIG - FH | Skripsi | SKP-FH HID t/14 | Perpustakaan | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain