Computer File
Ketentuan pidana minimum khusus tindak pidana korupsi dikaitkan dengan kemandirian hakim dalam penegakan hukum dan keadilan = Special minimum punishment for corruption crime in connection with independence of judge in enforcing law and justice
Tindak pidana korupsi di Indonesia telah terjadi secara sistematik dan meluas,
tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap
hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat. Oleh karena dampak yang begitu besar
sehingga tindak pidana korupsi digolongkan sebagai kejahatan yang
pemberantasannya dilakukan secara luar biasa.
Ketentuan pidana minimum khusus dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 sebagaimana yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ( UU PTPK) merupakan salah satu
upaya untuk memberantas tindak pidana korupsi secara luar biasa. Namun, ketentuan
pidana minimum khusus dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU PTPK tersebut
menimbulkan permasalahan dalam pengaturannya dan penerapannya dikaitkan dengan
kemandirian hakim dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Permasalahan pertama yaitu pengaruh ketentuan pidana minimum khusus dalam
UU PTPK terhadap peranan hakim yang dijamin kemandiriannya oleh negara hukum
Pancasila dalam menegakkan hukum dan keadilan. Permasalahan kedua yaitu
mengenai bagaimana pengaturan pidana minimum khusus undang-undang tindak
pidana korupsi dalam rangka menjamin kemandirian hakim menegakkan hukum dan
keadilan.
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dimana difokuskan untuk
mengkaji ketentuan pidana minimum khusus dalam UU PTPK dan penerapannya
dengan menggunakan data sekunder yaitu bahan hukum primer, sekunder, tersier.
Bahan-bahan yang telah terkumpul kemudian dianalisa oleh penulis dengan
pendekatan kualitatif yang hasil penelitian disajikan secara deskritif analitis.
Berdasarkan hasil penelitian, penulis dapat menyimpulkan 2 (dua) hal. Pertama,
peranan hakim yang telah dijamin kemandiriannya oleh negara hukum Pancasila
ternyata dibatasi dengan adanya ketentuan pidana minimum khusus dalam Pasal 2 ayat
(1) dan Pasal 3 UU PTPK hakim tidak dapat menjatuhkan pidana dibawah ketentuan
pidana minimum khusus, sehingga hakim tidak dapat memberikan keadilan dalam
rangka mewujudkan tujuan negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan
mensejahterakan masyarakat, terutama terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang
nilai kerugian negara/perekonomian negara relatif kecil dibawah Rp 5.000.000,00
(lima juta rupiah) yang tidak menimbulkan dampak signifikan terhadap hak-hak sosial
dan perekonomian masyarakat. Kedua, dalam rangka menjamin kemandirian hakim
untuk menegakkan hukum dan keadilan maka ketentuan pidana minimum khusus
dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU PTPK diikuti dengan adanya peraturan
pengecualian dalam menerapkan ketentuan pidana minimum khusus. Hakim dapat
menjatuhkan pidana dibawah ketentuan pidana minimum khusus terhadap pelaku
tindak pidana korupsi yang menimbulkan kerugian keuangan negara relatif kecil yaitu
dibawah Rp. 5.000.000,-(lima juta rupiah) dan Justice Collaborator yaitu pelaku yang
bekerja sama dalam mengungkapkan tindak pidana korupsi supaya mereka berani
mengungkapkan tindak pidana korupsi karena adanya reward dan perlindungan
hukum.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
dis180 | D/DIG - PDIH | Disertasi | 345.021 323 MEN k | Perpustakaan (PDF) | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain