Computer File
Tinjauan yuridis filosofis terhadap keadilan sosial dengan konsep satu saham satu suara di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Penulisan hukum ini berjudul Tinjauan Yuridis Filosofis terhadap Keadilan Sosial Terkait Dengan Konsep Satu Saham Satu Suara Di Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Dalam penelitian ini yang menjadi objek permasalahan ialah konsep satu saham satu suara dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) yang mencerminkan individualitas yang bertentangan dengan konsep keadilan sosial yang diamanatkan Pancasila. Permasalahan tersebut menghasilkan identifikasi masalah:“Bagaimana seharusnya bentuk harmonisasi pengaturan di indonesia mengenai konsep satu saham satu suara terkait dengan nilai keadilan sosial yang mendasari Negara Indonesia?”
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode yuridis normatif, dan metode penelitian filosofis. Hasil penelitian ini ialah bahwa sebelum ada konsep satu saham satu suara. Dalam Pasal 54 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang diatur tentang cara menghitung saham dengan sistem kuota dengan ketentuan jika saham perusahaan lebih dari 100 maka pemegang saham maksimal mengeluarkan 6 suara dan jika saham perusahaan kurang dari 100 maka pemegang saham maksimal mengeluarkan 3 suara. Sistem suara terbatas atau sistem kuota tersebut diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1971 tentang Perubahan dan Penambahan atas ketentuan Pasal 54 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, menjadi sistem suara tidak terbatas atau satu saham satu suara dikarenakan sistem suara terbatas menjadi hambatan dalam melancarkan pengerahan dana yang ada dalam masyarakat Indonesia dan diharapkan dengan perubahan tersebut dapat memperbaiki dan membangun ekonomi nasional dalam waktu yang lebih singkat. Perubahan tersebut menjadi bentuk pemerintah berusaha menciptakan suatu keadilan sosial bagi masyarakat Indonesia yang sejalan dengan prinsip keadilan sosial bahwa keadilan sosial tidak untuk pribadi/golongan/kelompok tertentu yang dalam hal ini diartikan sebagai pemegang saham minoritas yang terkena dampak dari perubahan sistem suara tersebut, melainkan untuk seluruh masyarakat Indonesia.
Walaupun pemegang saham minoritas terkena dampak dari perubahan sistem suara tersebut dikarenakan kepentingan nasional yang lebih didahulukan, pemerintah tetap mengupayakan nilai-nilai keadilan sosial bagi pemegang saham minoritas dengan tetap memberikan hak-hak pemegang saham minoritas dalam UUPT. Kesimpulan yang diuraikan di atas pada akhirnya dianggap sudah mencerminkan bentuk harmonisasi antara keadilan sosial dan konsep satu saham satu suara, menjadi konsep satu saham satu suara yang berkeadilan sosial.
Penelitian yang diuraikan di atas menghasilkan saran bahwa mengingat dalam UUPT dapat dikatakan pemegang saham minoritas apabila memiliki saham senilai 10% (persen) dari 100% (persen). Nilai 10% (persen) tersebut dianggap terlalu besar untuk mengatakan suatu kelompok pemegang saham dikatakan minoritas. Sehingga sebaiknya ada pengurangan nilai untuk dikatakan sebagai pemegang saham minoritas agar pemegang saham minorias tetap dapat melakukan upaya-upaya yang dapat melindungi kedudukannya sebagai pemegang saham minoritas.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
skp30924 | DIG - FH | Skripsi | SKP-FH SAM t/15 | Perpustakaan | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain