Computer File
Analisis yuridis mengenai pengawasan organisasi advokat terhadap advokat berstatus terpidana dalam beracara di pengadilan dihubungkan dengan tindakan yang menolak upaya eksekusi oleh Kejaksaan RI berunsur obstruction of justice terkait perkara Razman Arif Nasution
Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut telah dengan terang terdapat di dalam Undang-undang Dasar 1945. Mengacu kepada hal tersebut sudah selayaknya bahwa seseorang apapun ras, suku, agama, pekerjaan, dan sebagainya wajib dilindungi saat berada di dalam wilayah kedaulatan Republik Indonesia. Pada sisi lain negara juga memiliki instrumen yang melindungi hak siapa pun yang berada di dalam wilayah kedaulatan Indonesia. Instrumen tersebut adalah Kehakiman, Kejaksaan dan Kepolisian.
Penegakan hukum di Indonesia seringkali menjadi sorotan, hal tersebut disebabkan terdapat perbedaan antara das sollen (hal yang terjadi sebenarnya) dan das sein (hal yang seharusnya), suatu contoh dapat diambil dari terpidana bernama Razman Nasution. Razman Nasution yang berprofesi sebagai advokat atau pengacara dan merupakan officium nobile (profesi yang terhormat) adalah instrumen yang berada dalam proses peradilan di Indonesia, namun pada kenyataannya Razman yang berstatus sebagai Terpidana melalui putusan hakim yang Inkracht van Gewisjde (berkekuatan hukum tetap) nyatanya tetap melakukan kegiatan profesinya, sedangkan di dalam kode etik advokat sendiri secara jelas terdapat hal yang dapat menyebabkan seorang advokat tidak dapat beracara di pengadilan, Razman sendiri merupakan pengacara dari Komjen Budi Gunawan dan Anggota DPRD Jakarta H. Lunggana (Lulung).
Kejaksaan RI kemudian mengeksekusi putusan pengadilan dan menangkap Razman, penangkapan oleh Kejaksaan RI sendiri tidak berjalan mulus karena Razman berupaya untuk lari dan menghindar dari Jaksa Eksekutor, Razman menolak untuk ditangkap dan melawan saat berusaha ditangkap. Perbuatan Razman tersebut tentunya Obstruction of Justice (Menghalangi Hukum) atau di beberapa tempat di dunia merupakan Resisting Arrest (Melawan Saat Ditangkap) yang dikategorikan Misdemeanor (Perilaku Menyimpang) yang memiliki konsekuensi hukum tersendiri.
Hukum di Indonesia pada saat ini belum secara tegas memberikan suatu kejelasan di dalam perbuatan seseorang yang merintangi upaya penegakan hukum. Selayaknya hal tersebut tidak seharusnya terjadi karena selain melindungi kepentingan hukum namun juga melindungi aparat penegak hukum yang menjalankan tugasnya. Keprihatinan dan keingintahuan penulis inilah yang menjadi dorongan untuk peneliti dalam meneliti lebih jauh mengenai keadaan tersebut. Bagaimana pengaturan hukum di Indonesia terhadap Terpidana yang menolak dieksekusi atau pun upaya lain yang dilakukan oleh terpidana guna merintangi eksekusi putusan pengadilan untuk dilakukan, dan apa konsekuensi yang timbul dari upaya merintangi penegakan hukum, melawan saat ditangkap atau pun tindakan yang melecehkan penegakan hukum di tanah air kita ini. Peneliti juga tertarik untuk melihat kepada hukum acara bilamana hak seorang berstatus terpidana dalam profesi tertentu yang peneliti kerucutkan objek penelitian adalah profesi advokat yang memiliki kode etik tertentu.
Penulis dalam penelitian akan menggunakan metode analisis yuridis dengan menggunakan sumber literatur sebagai sumber utama dalam penelitian ini.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
skp31368 | DIG - FH | Skripsi | SKP-FH TIT a/15 | Perpustakaan | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain