Computer File
Kemandirian dan kebebasan hakim pengadilan pajak dalam memeriksa dan memutus sengketa pajak terkait dualisme dalam pembinaanya
Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Kekuasaan Kehakiman yang merdeka atau independensi kekuasaan kehakiman, telah diatur secara konstitusional dalam Undang-Undang dasar 1945. Dari konsep negara hukum seperti yang digariskan oleh konstitusi, maka dalam rangka melaksanakan Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945, harus secara tegas melarang kekuasaan pemerintahan negara (eksekutif) untuk membatasi atau mengurangi wewenang kekuasaan kehakiman yang merdeka yang telah dijamin oleh konstitusi tersebut. Oleh karena itu dirubahlah Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Dengan perubahan ini telah terjadi suatu perubahan bentuk yang mendasar di bidang peradilan, yang pada saat itu masing-masing urusan yang berkaitan dengan organisasi, administrasi, dan keuangan masih berada di bawah kekuasaan eksekutif melalui Kementerian Kehakiman, Kementerian Agama, Kementerian Pertahanan dan Keamanan kemudian berubah menjadi di bawah Mahkamah Agung.
Pengadilan Pajak sebagai Pengadilan Khusus yang melaksanakan kekuasaan kehakiman dalam memeriksa dan memutus sengketa pajak masih menggunakan sistem dualisme dalam pembinaannya. yang mana Kementerian Keuangan melakukan pembinaan terkait organisasi, administrasi, dan keuangan di Pengadilan Pajak. Pada Pengadilan Pajak, yang menjadi pihak yang bersengketa adalah wajib pajak atau penanggung pajak, dengan pihak fiskus atau pejabat yang berwenang. Pihak fiskus atau pejabat yang berwenang termasuk di dalamnya adalah Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai yang merupakan bagian dari Kementerian Keuangan sehingga Kementerian Keuangan, yang merupakan pihak yang bertanggung jawab untuk membina Pengadilan Pajak, pada saat yang sama, juga bisa menjadi pihak yang bersengketa dalam Pengadilan Pajak.
Adapun Permasalahan yang diangkat dalam penulisan hukum ini antara lain adalah, apakah pembinaan yang melibatkan Kementerian Keuangan mempengaruhi kemandirian dan kebebasan hakim di Pengadilan Pajak, bagaimana pengaturan pengangkatan dan pengawasan hakim di Pengadilan Pajak.
Metode Penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah dengan menggunakan studi kepustakaan, yaitu dengan buku–buku dan jurnal, serta peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan penulisan hukum ini. Berdasarkan uraian di atas, diharapkan dapat memberikan masukan di bidang ilmu pengetahuan khususnya bidang Hukum Pajak.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
skp32785 | DIG - FH | Skripsi | FH SEK k/16 | Perpustakaan | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain