Computer File
Tanggung jawab kelalaian petugas pelayanan navigasi udara yang terdapat dalam hasil investigasi kecelakaan pesawat udara dikaitkan dengan pembuktian di dalam persidangan
Kecelakaan dalam dunia penerbangan merupakan suatu kejadian yang penting,
karena menimbulkan kerugian yang besar dari segi material maupun non material.
Dalam suatu kejadian kecelakaan pesawat udara, tidak hanya disebabkan oleh
satu faktor saja, namun terdiri dari faktor cuaca, kondisi teknis pesawat, kondisi
di bandar udara, dan yang paling penting adalah kealpaan/kelalaian manusia
(human error). Pilot atau kapten penerbangan, dalam suatu kecelakaan pesawat
udara kemungkinan besar juga menjadi korban dan meninggal dunia, sehingga
apabila terbukti lalai, maka tindak pidananya tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Pihak lain yang memiliki peran penting dalam kegiatan penerbangan
adalah petugas pelayanan navigasi udara atau disebut petugas Air Traffic Control
(ATC). Sudah banyak kasus kecelakaan pesawat udara yang disebabkan oleh
kelalaian petugas ATC, contohnya adalah jatuhnya pesawat Sukhoi Super Jet 100
di Gunung Salak karena diizinkan terbang terlalu rendah oleh petugas ATC, lalu
jatuhnya pesawat Garuda Indonesia 152 saat hendak mendarat di Bandar Udara
Polonia, Sumatera Utara yang dikarenakan kesalahan petugas ATC dalam
memberikan panduan untuk berbelok, seluruh awak dan penumpang pesawat tewas
dalam dua kecelakaan tersebut. Menurut hasil investigasi yang dilakukan oleh
Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT) ditemukan adanya kelalaian
para petugas ATC, namun mereka tidak dapat dijatuhi sanksi pidana akan kelalaiannya
tersebut. Dalam Hukum Pidana Indonesia, kelalaian merupakan tindak
pidana dan harus dijatuhi sanksi pidana. Namun, Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2009 tentang Penerbangan memiliki pengaturan yang berbeda akan hal
tersebut, hasil investigasi tidak dapat dijadikan alat bukti di dalam persidangan,
sehingga tindak pidana para petugas ATC tidak dapat dibuktikan di dalam persidangan.
Hal tersebut menimbulkan adanya suatu pandangan eksklusif kepada
petugas ATC, dibandingkan dengan jabatan-jabatan lainnya, yang tentunya dapat
dijatuhi sanksi pidana. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif,
mengacu pada peraturan perundang-undangan yang terkait dengan melakukan
penafsiran secara sistematis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seharusnya
hasil investigasi kecelakaan pesawat udara dapat dijadikan alat bukti di dalam
persidangan dan petugas ATC yang melakukan kelalaian dapat dijatuhi sanksi
pidana. Dalam hal ini, yang diutamakan adalah dengan adanya pembedaan
wewenang untuk melakukan investigasi antara Kepolisian Negara Republik Indonesia
dan Komite Nasional Kecelakaan Transportasi.
Kata Kunci : Kelalaian Petugas Pelayanan Navigasi Udara, Hasil Investigasi Kecelakaan Pesawat Udara, Penyelidikan dan Penyidikan, Pembuktian.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
skp32789 | DIG - FH | Skripsi | FH BAK t/16 | Perpustakaan | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain