Computer File
Kedudukan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam hierarki Peraturan Perundang-undangan pasca amandemen Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat kembali dimasukkan ke dalam hierarki peraturan perundang-undangan sebagai salah satu sumber hukum. Hal tersebut menimbulkan beberapa konsekuensi hukum yang diantaranya adalah: (1) terdapat pertentangan antara sifat dari ketetapan yang tidak sesuai untuk dimasukkan ke dalam suatu hierarki; (2) terjadi stagnansi peraturan perundang-undangan, hal mana Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak dapat diuji substansinya; (3) tidak ada mekanisme kewenangan untuk menguji Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kedudukan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tersebut di dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan umum-khusus.
Setelah dilakukan pengkajian, ternyata Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang saat ini berlaku memenuhi unsur-unsur dari sebuah peraturan, yakni memiliki sifat abstrak dan berlaku untuk umum. Namun demikian, substansi dari Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tersebut masih bersifat norma hukum tunggal atau dapat disebut staatgrundgezets. Oleh karenanya, sebenarnya produk tersebut tidak tepat apabila dimasukkan ke dalam sebuah hierarki. Akan tetapi, karena keberlakuannya memiliki dasar hukum yang merupakan hukum positif saat ini, maka harus ditemukan suatu solusi untuk mengatasi permasalahan ini. Solusi tersebut akan menjawab permasalahan mengenai kedudukan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tersebut. Solusi atau kesimpulan yang dimaksud adalah: (1) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang saat ini berlaku substansi nya harus disetarakkan dengan Undang-Undang, dalam artian harus dijabarkan melalui Undang-Undang; (2) unuk melaksanakan kesimpulan poin sebelumnya, maka langkah pertama yang harus dilaksanakan adalah bahwa Dewa Perwakilan Rakyat harus melakukan legislation act untuk menjabarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; (3) dan dengan demikian, Mahkamah Konstitusi berwenang untuk menguji substansi yang telah berbentuk Undang-Undang.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
skp32819 | DIG - FH | Skripsi | FH SYA k/16 | Perpustakaan | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain