Computer File
Pencabutan hak politik pelaku tindak pidana korupsi dihubungkan dengan Hak Asasi Manusia dan tujuan pemasyarakatan
Tindak pidana korupsi merupakan suatu tindak pidana yang luar biasa (extra ordinary crime), oleh karena itu pemerintah dalam rangka menegakkan hukum memberlakukan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Terhadap pelaku tindak pidana korupsi dapat dikenakan sanksi antara lain hukuman mati, penjara, kurungan denda, serta dapat dikenakan hukuman tambahan seperti pencabutan hak memilih dan dipilih. Namun dalam penjatuhan hukuman tambahan atau pidana tambahan berupa pencabutan hak politik terdapat permasalahan yaitu hak memilih dan dipilih merupakan hak konstitusional setiap warga negara yang dijamin oleh negara dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dan juga hak politik yang merupakan memilih dan dipilih termasuk dalam Hak Asasi Manusia yang diatur dalam dalam pasal 43 ayat 1 Undang-Undang No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia yang menyebutkan bahwa Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan hal tersebut maka pidana tambahan berupa pencabutan hak politik di anggap melanggar Hak Asasi Manusia. Tidak hanya itu pencabutan hak politik juga dianggap melanggar tujuan pemasyarakatan yang dimana tujuan pemasyarakatan tersebut membentuk warga binaan menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahnya memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat serta dapat aktif berperan dalam pembangunan juga hidup secara wajar layaknya warga yaang baik pada umumnya. Dengan adanya pencabutan hak politik tersebut tujuan dari pemasyarakatan tersebut terabaikan karena terpidana korupsi yang telah menjalani masa hukuma di dalam lembaga pemasyarakatan tidak dapat menjadi manusia seutuhnya dengan hilangnya hak memilih dan dipilih tersebut. oleh karena itu, apakah penjatuhan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik bertentangan dengan Hak Asasi Manusia? Serta apakah pencabutan hak politik sesuai dengan tujuan pemasyarakatan? Penulisan hukum ini dibuat untuk dapat menjawab kedua permasalahan tersebut. Maka dari itu, metode yang digunakan untuk penulisan ini menggunakan metode penulisan hukum yuridis normatif, yaitu dengan meneliti UUD 1945, UU No 39 Tahun 1999 Tentang HAM, UU No 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Koevenan Hak Sipil dan Hak Politik, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Lembaga Pemasyarakatan. Di akhir penelitian akan dipaparkan penjelasan bahwa pidana tambahan berupa pencabutan hak politik tidak sesuai dengam Hak Asasi Manusia dan Tujuan Pemasyarakatan.
Kata Kunci : Hukum Pidana, Hak Asasi Manusia, Korupsi, Pencabutan Hak Politik, Tujuan Pemasyarakatan.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
skp34183 | DIG - FH | Skripsi | SKP-FH NUR p/16 | Perpustakaan | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain