Computer File
Studi kasus penodaan agama dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 1537/Pid.B/2016/PN. Jakarta Utara
Sejak 1 Januari 1918 di Indonesia berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai aturan pemidanaan yang berlaku bagi semua golongan. Salah satu pasal yang terdapat di dalamnya adalah Pasal 156 KUHP yang mengatur mengenai larangan penodaan agama.
Pasal 156 KUHP berbunyi :
“Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara”.
Lalu pada tahun 1965, Presiden Republik Indonesia saat itu mengeluarkan Penetapan Presiden Republik Indonesia nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/ Atau Penodaan Agama. Pasal 4 dari PNPS 1/1965 tersebut disisipkan kedalam KUHP menjadi Pasal 156a KUHP yang isinya berbunyi :
“Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang
dianut di Indonesia;
b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Banyak kasus penodaan agama yang telah terjadi di Indonesia sejak berlakunya aturan tersebut, antara lain adalah kasus Tajuk Muluk, Hasan Alaydius, Ahmad Hidayat dan yang terakhir ini terjadi yang cukup menyorot banyak perhatian adalah kasus penodaan agama yang dilakukan oleh Ir. Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Ahok yang pada saat itu masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta melakukan kunjungan kerja ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Kepulauan Seribu dan memberikan kata sambutan yang menyebut kalimat sebagai berikut. “…….jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu ga bisa pilih saya, ya kan dibohongi pakai surat Al-Maidah 51, macem – macem itu itu hak bapak ibu yah jadi kalo bapak ibu perasaan gak bisa kepilih nih karena saya takut masuk neraka karna dibodohin gitu ya enga papa…..”. Ahok didakwa telah melakukan penodaan agama atas ucapannya tersebut yang mengatakan “…..dibohongi pakai surat Al-Maidah 51” dan “….dibodohin”. Jaksa Penuntut Umum mendakwa Ahok dengan 2 (dua) dakwaan alternatif yaitu Pasal 156a huruf a KUHP dan Pasal 156 KUHP. Namun, pada surat tuntutannya, Jaksa
Penuntut Umum menuntut Ahok berdasarkan Pasal 156 KUHP. Namun, setelah melewati sidang yang cukup panjang akhirnya Hakim menjatuhkan vonis 2 tahun penjara berdasarkan Pasal 156a huruf a KUHP kepada Ahok.
Tindakan yang dilakukan oleh Hakim ini dapat digolongkan kedalam tindakan ultra petita karena Hakim memutus suatu perkara diluar dari yang dituntut atau dimohonkan. Dalam kasus ini, Jaksa Penuntut Umum menuntut Ahok dengan Pasal 156 KUHP namun Hakim justru memutus dengan Pasal 156a huruf a KUHP yang sudah dicabut oleh Jaksa Penuntut Umum di surat tuntutannya.
Selain itu, dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum dan Hakim juga telah salah dalam menerapkan hukum acara pidana. Pasal 156a huruf a KUHP merupakan pasal sisipan yang berasal dari Pasal 4 Penetapan Presiden Republik Indonesia nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/ Atau Penodaan Agama (PNPS 1 / 1965). Seperti yang telah diketahui bahwa hukum pidana materil hanya dapat berjalan bila terdapat hukum formil atau hukum acaranya. Maka, dalam kasus ini selain kesalahan terdapat pada hakim.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
skh17 | DIG - FH | Skripsi | SK-FH KUR s/17 | Perpustakaan | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain