Computer File
Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku eksibisionisme dalam hukum pidana Indonesia
Skripsi ini membahas bagaimana pertanggungjawaban pidana pelaku eksibisionisme sistem dalam hukum pidana Indonesia. Pembahasan dilakukan dengan menganalisis teori mengenai perbuatan pidana (strafbaarfeit), kemampuan bertanggungjawab (toerekeningsvatbaarheid) dan hal tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang atas tindakan-tindakannya (ontoerekeningsvatbaarheid) dalam Pasal 44 ayat (1) KUHP, definisi dan teori eksibisionisme menurut ilmu psikologi, dan bagaimana pengaturan pertanggungjawaban pidana pelaku eksibisionisme yang dimuat dalam putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) maupun dalam yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian yuridis normatif yang diartikan sebagai metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada. Sumber data yang digunakan mencakup sumber data primer yaitu peraturan perundang-undangan, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dan yurisprudensi. Untuk menjelaskan sumber data primer tersebut digunakan pula sumber data sekunder berupa buku-buku, skripsi, berita dari surat kabar dan internet. Sedangkan sebagai penunjang, digunakan bahan hukum tersier berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini: 1) Perbuatan eksibisionisme merupakan perbuatan melawan hukum (wederrechtelijke) dikarenakan sifatnya yang bertentangan dengan nilai dan norma kesusilaan dan keadaban di bidang kesusilaan yang hidup dalam masyarakat serta melanggar beberapa ketentuan pasal dalam KUHP dan UU Pornografi. 2) Kajian terhadap beberapa putusan perkara eksibisionisme yang telah berkekuatan hukum tetap menunjukkan kecenderungan hakim menjatuhkan putusan pemidanaan terhadap pelaku eksibisionisme dan tidak menjadikan gangguan eksibisionisme sebagai alasan pemaaf yang dapat mengecualikan pelaku dari pemidanaan. Karena eksibisionisme bukanlah gangguan kejiwaan (psikosa) melainkan gangguan atau kelainan seksual. Sehingga pelaku eksibisionisme pada dasarnya memiliki kesadaran atau kontrol dalam berpikir dan berprilaku.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
skp36561 | DIG - FH | Skripsi | SKP-FH HUT p/18 | Perpustakaan | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain