Computer File
Peran LSM WALHI dalam advokasi program PLTSa Gedebage - Bandung 2007-2010
Eco-town sebagai program pelestarian lingkungan hidup merupakan isu yang hangat
dalam konteks pembangunan Kota Bandung. Beberapa ahli lingkungan menyatakan bahwa
eco-town adalah salah satu program penting untuk mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan Kota pada pelestarian lingkungan hidup masyarakat. Pembangunan PLTSa atau
incinerator adalah salah satu proyek muncul dalam eco-town yang difungsikan sebagai
program pengelolaan masalah persampahan di Kota Bandung. Hasil PLTSa itu memberikan
tenaga listrik dari tenaga pembakaran sampah. Masalah pembangunan PLTSa memunculkan
banyak dampak yang berbahaya pada hidup masyarakat seperti polusi dari asap pembakaran
dan gas beracun: dioksin, dan gas metan. Masyarakat khawatir pada efek samping PLTSa ini
dan bergerak. WALHI adalah salah satu organisasi non-pemerintah yang beraktivitas pada
pelestarian lingkungan hidup; Ornop tersebut menolak PLTSa dan membantu gerakan
masyarakat. Kegiatan pertama mereka adalah tentang advokasi penolakan PLTSa. Peran LSM
tentang advokasi harus dilihat dari berbagai perspektif dan konteks lokal. Penelitian ini
menganalisis peran LSM WALHI dalam advokasi terhadap program pelestarian lingkungan
hidup: eco-town pada penolakan PLTSa. Penulis menekankan kepada usaha untuk menjelaskan
tiga pertanyaan paling pokok yang berkaitan dengan peran LSM dalam proses advokasinya.
Pertama, perlu dipahami latar belakang tentang pelaksanaan eco-town melalui pembangunan
PLTSa, mengapa mereka harus melakukan advokasi? Kedua, siapa yang melakukan advokasi,
kelompok-kelompok masyarakat mana saja yang berperan? Ketiga, bagaimana peranan dan
interaksi antara masyarakat selama proses advokasi, bagaimana masyarakat berperan
mempengaruhi proses pembuatan dan implementasi program pembangunan ditingkat lokal dan
atau nasional? Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penulis menggunakan pendekatan
triangulasi selama proses penggumpulan data. Penelitian ini dilakukan di Gedebage-Bandung.
Di dalam penelitian ini penulis mendapati bahwa pembentukan Gedebage-Bandung di
latarbelakangi yang oleh beberapa faktor seperti jenis lokasi yang dapat dibangun incinerator,
dan konflik kepentingan yang harus ditemukan. Penulis juga mendapati bahwa eco-town sudah
didukung oleh masyarakat Bandung. Sementara proses advokasi diprakarsai oleh kelompok
advokasi inti yakni ART-P2SP dan kelompok ahli lingkungan hidup lokal seperti dosen di ITB,
dan ornop dari luar negeri yaitu ornop dari Malaysia. Di dalam proses advokasi terjadi konflik
tidak hanya antara masyarakat Gedebage dengan pemerintah Kota Bandung, tetapi juga antara
masyarakat di Gedebage, kasus itu juga sangat penting. Penulis merekomendasikan agar
pemerintah kota perlu memahami semua aspek yang memotivasi masyarakat berperan di dalam
advokasi dan karenanya mesti pula berupaya keras untuk memenuhi aspektasi publik. Penulis
merekomendasikan agar WALHI dan ART-P2SP tetap mempertahankan keberadaannya, tetapi
tidak sebagai sebuah lembaga advokasi yang mendorong pembangunan PLTSa melainkan
untuk menegaskan bahwa masyarakat Gedebage-Bandung mendapatkan manfaat dari PLTSa
yang telah dilakukan. Akhirnya direkomendasikan supaya pemerintah kota tidak hanya fokus
pada pembuatan proyek baru seperti PLTSa namun juga memperhatikan pembangunan dan
melakukan pembinaan di lokasi-lokasi lain.
Kata kunci: Advokasi, Gas Dioksin, Lingkungan Hidup, Insinerator, Lembaga Swadaya
Masyarakat.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
tes1198 | T/DIG- PMIS | Tesis | 363 AND p | Perpustakaan | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain