Computer File
Kepastian hukum dalam penyelesaian bank gagal oleh lembaga penjamin simpanan di Indonesia : Kajian yuridis Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2009 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 tahun 2008 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan menjadi undang-undang = Legal assurance in handling default bank by saving guarantor in Indonesia : Juridicial analysis on act No. 7, 2009 concerning Governmental Decree of Replacement of Act No. 3, 2008 concerning Amandement of Act No. 24, 2004 on Saving Guarantor into regulation
Keberadaan Bank di suatu Negara diibaratkan sebagai urat nadi perekonomian, oleh karena itu maka kesehatannya wajib dijaga. Jika suatu
bank sakit atau tidak sehat maka perekonomian negara menjadi tidak sehat.
Kondisi kesehatan bank menentukan efektivitas pengelolaan ekonomi makro
dalam rangka mencapai berbagai sasaran pembangunan secara seimbang.
Untuk menjaga kesehatan suatu bank, maka bank harus dikelola secara
profesional dan pengawasan juga harus diperketat, hal ini disebabkan dalam rangka menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, karena faktor kepercayaan yang membuat orang tergerak untuk menyimpan uangnya di bank. Bila kepercayaan itu erosi maka pengaruhnya akan terasa terhadap seluruh sistem perbankan kehilangan kepercayaan masyarakat terhadap bank
mempunyai domino yang dapat mempengaruhi kepercayaan terhadap bank
lainnya, sehingga perbankan secara menyeluruh akan mengalami kesulitan.
Disinilah esensi dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menjaga
kepercayaan masyarakat terhadap bank dan untuk menjaga kestabilan sistem
perbankan. Dalam penelitian Disertasi ini penulis mengajukan tiga masalah pokok untuk dipecahkan yaitu, bagimanakah penyelesaian bank gagal dalam sistem hukum di Indonesia, bagaimanakah penyelesaian bank gagal oleh Lembaga Penjamin Simpanan dan bagaimanakah kepastian hukum penyelesaian bank gagal oleh Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia. Untuk memecahkan dan menaganalisis tiga permasalahan tersebut digunakan tiga teori sebagai dasar analisis yaitu; teori negara kesejahteraan yang dikembangkan oleh Burkens sebagai grand theory, menurut Burkens negara hukum, menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaannya dan penyelenggaraan kekuasaannya dan penyelenggaraan kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya. Sebagai middle theory digunakan teori legal utilitarisme oleh Jeremy Bentham, menurut teori ini tujuan hukum adalah untuk mewujudkan apa yang berpaedah, atau yang sesuai dengan daya guna, sedangkan teori yang ketiga adalah teori hukum pembangunan dari Mochtar Kusumaatmadja sebagai aplied theory, menurut Mochtar Kusumaatmadja "dalam perkembangan pengkajian hukum, hukum dapat dibedakan dalam beberapa bentuk, yaitu pertama, hukum yang tidak tertulis dan tidak dibuat secara tidak sengaja oleh institusi negara, yang lazimnya disebut hukum adat, kedua hukum tertulis yang dibentuk oleh institusi non negara, seperti: perjanjian antar subyek hukum perdata, dan ketiga, peraturan perundang-undangan, (legislation) yang merupakan bagian dari hukum tertulis yang dibuat secara sengaja oleh institusi negara, dan yang keempat; putusan yudisial yang dibuat dan ditetapkan oleh hakim Gudgie mode law). Dalam penelitian Disertasi ini penulis menemuka beberapa hal: Penyelesaian bank gagal di Indonesia terdapat berbagai instrumen hukum yang digunakan, diantaranya dengan undang-undang Bank Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia dan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan. Penyelesaian bank gagal oleh Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia dapat dilakukan dengan dua kriteria yaitu yang tidak berdampak sistemik dan berdampak sistemik. Penyelamatan bank gagal oleh Lembaga Penjamin Simpanan yang tidak berdampak sistemik relatif tidak menimbulkan persoalan karena bank yang dicabut atau diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan tidak berdampakan luas dan juga tidak melibatkan pemegang saham lama, sedangkan penyelesaiaan bank gagal yang berdampak sistemik Lembaga Penjamin Simpanan boleh mengikut sertakan pemegang saham lama dan mewajibkan untuk menyetor dana setidaknya 20% (dua puluh persen) dari total dana penyelamatan yang telah dikeluarkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Terhadap bank gagal yang telah diselamatkan atau diselesaikan oleh Lembaga Penjamin Simpanan, maka Lembaga Penjamin Simpanan akan melakukan pernyertaan modal sementara oleh Lembaga Penjamin Simpanan, dan selain itu juga Lembaga Penjamin Simpanan dapat melakukan merger dan atau konsolidasi dengan bank lain. Kepastian hukum penyelesaian bank gagal oleh Lembaga Penjamin Simpanan sangat tergantung pada ada tidaknya intervensi politik. Jika penyelesaian bank gagal baik yang berdampak sistimik maupun non sistemik tidak ada intervensi politik penguasa
maupun partai politik Lembaga Penjamin Simpanan dapat melakukan
penyelamatan atau penyelesaian dengan pasti dan mendapat kepastian hukum
yang tegas, tetapi jika suatu bank yang akan diselamatkan atau diselesaikan oleh Lembaga Penjamin Simpanan terdapat intervensi partai politik atau pemerintah maka Lembaga Penjamin Simpanan mengalami kesulitan dan kepastian hukum tidak pernah akan terwujud. Oleh karena itu, jika kepastian hukum mau diwujudkan dengan baik di Negara Republik Indonesia maka para penegak hukum, seperti; polisi, jaksa, hakim, dan pengecara, jangan mau diinterpensi oleh kekuatan penguasa, pengusaha dan partai politik dan kekuatan-kekuatan lain yang dapat mempengaruhi indenpedensi para penegak hukum.
Kata kunci: kepastian hukum, Penyelesaian, bank gagal, lembaga penjamin
simpanan
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
dis139 | D/DIG - PDIH | Disertasi | 346.066 2 ANW k | Perpustakaan (PDF) | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain