Computer File
Peranan perhitungan harga pokok produk yang memperhitungkan adanya spoilage, reworked unit, dan scrap dalam usaha meningkatkan profitabilitas PT SIMNU
Sejak menurunnya harga minyak bumi di pasar dunia, Indonesia berusaha untuk mengurangi ketergantungannya pada sektor minyak dan gas (migas) sebagai penghasil devisa terbesar. Salah satu sektor nonmigas yang sedang digalakkan pemerintah Indonesia dan diharapkan dapat menghasilkan devisa yang cukup besar adalah sektor industri kecil khususnya industri kerajinan.
Dewasa ini industri kerajinan yang sedang digalakkan di antaranya industri kerajinan tas, mebel, sepatu, dan jaket. Industri kerajinan tersebut memerlukan kulit sintesis sebagai bahan bakunya. Agar produk hasil kerajinan tersebut dapat bersaing dalam hal kualitas dan harga, diperlukan industri kulit sintesis yang mampu menghasilkan kulit sintesis yang berkualitas tinggi namun memiliki harga yang relatif murah. Dengan kata lain industri kulit sintesis yang efisien, yang menghasilkan produk berkualitas tinggi, serta yang mampu mendukung industri kerajinan terutama kerajinan kulit dalam bersaing dengan industri kerajinan mancanegara sehingga dapat mendukung usaha pemerintah untuk meningkatkan devisa negara dari sektor nonmigas.
Untuk menghasilkan produk yang berkualitas tinggi dengan harga pokok produk yang rendah tersebut, manajemen memerlukan sistem akuntansi biaya yang baik. Sistem akuntansi biaya yang baik dapat digunakan manajemen sebagai alat bantu untuk perencanaan dan pengendalian biaya sehingga jalannya operasi perusahaan menjadi lebih efisien. Selain itu, sistem akuntansi biaya yang baik juga dapat menyediakan informasi yang cukup, relevan, akurat, dan tepat waktu, yang diperlukan oleh manajemen untuk mengambil berbagai keputusan penting, salah satu di antaranya adalah keputusan mengenai penentuan harga pokok produk (product costing).
Sistem akuntansi biaya yang baik akan menghasilkan perhitungan harga pokok produk yang akurat. Perhitungan harga pokok produk yang akurat sangat penting terutama bagi perusahaan yang menghadapi persaingan yang ketat. Dengan adanya informasi mengenai harga produk yang akurat, maka dapat memudahkan perusahaan dalam menetapkan harga jual dengan tetpat sehingga dapat bersaing dengan para pesaingnya dan memperoleh profit sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam kaitannya dengan kualitas produk yang baik dan harga produk yang rendah, pada umumnya perusahaan manufaktur tidak dapat menghindari terjadinya kerugian-kerugian tertentu atau penurunan output produk yang berkaitan dengan spoilage, reworked unit, dan scrap.
Pada perusahaan tertentu spoilage, reworked unit, dan scrap yang dihasilkan dari proses produksi jumlahnya cukup besar sehingga tidak dapat diabaikan dalam menghitung harga pokok produk secara akurat. Semua spoilage, reworked unit, dan scrap tersebut harus dicatat agar dihasilkan informasi yang dapat digunakan oleh manajemen untuk pengendalian.
Dengan memperhitungkan adanya spoilage, reworked unit, dan scrap dalam perhitungan harga pokok produk maka akan mendorong manajemen untuk berusaha mengurangi spoilage, reworked unit, dan scrap sehingga dihasilkan harga produk yang lebih rendah.
Dengan dihasilkannya harga pokok produk yang lebih rendah berkat adanya usaha manajemen untuk mengurangi spoilage, reworked unit, dan scrap tersebut, maka perusahaan memiliki peluang yang lebih besar untuk dapat meningkatkan hasil penjualannya dengan cara menurunkan harga jualnya tanpa mengurangi laba (margin) yang diperoleh, atau dengan menetapkan harga jual yang sama dengan harga jual sebelumnya namun dengan laba (margin) yang lebih tinggi. Kedua hal ini pada akhirnya meningkatkan profitabilitas perusahaan.
Dalam kaitannya dengan kualitas produk, pengurangan jumlah spoilage, reworked unit, dan scrap menunjukkan adanya perbaikan pada kegiatan pengendalian kualitas, yang pada akhirnya mengarah pada perbaikan kualitas produk.
Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian pada PT SIMNU, yaitu sebuah perusahaan manufaktur yang memproduksi kulit sintesis yang berlokasi di Dayeuhkolot, Bandung. Penelitian dilakukan mulai bulan Juli 1996 sampai dengan bulan November 1996. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif analitis. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder, yang diperoleh melalui penelitian lapangan (Field Research) dan studi kepustakaan (Library Research). Penelitian dilakukan terhadap siklus akuntansi biaya, cara perhitungan harga pokok produk, dan kegiatan pengendalian kualitas yang dilakukan perusahaan.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap siklus akuntansi biaya, penulis menyimpulkan bahwa secara umum siklus akuntansi biaya pada perusahaan telah cukup baik. Hal ini ditunjang oleh adanya suatu paket sistem akuntansi terpadu yang menggunakan peralatan komputer yang memungkinkan berbagai pihak yang berkepentingan dapat mengakses data yang diperlukannya dengan cepat dan mudah. Namun demikian masih terdapat berbagai kekurangan dan kelemahan terutama dalam hal prosedur pengendalian dan penyediaan serta keakuratan data yang diperlukan. Dalam hubungannya dengan penyediaan data untuk perhitungan harga pokok produk, sistem akuntansi perusahaan belum menyediakan data mengenai jumlah jam tenaga kerja langsung untuk setiap pesanan karena sistem akuntansi perusahaan belum menggunakan job time ticket. Perusahaan juga belum menggunakan job order cost sheet untuk mencatat biaya produksi untuk setiap pesanan.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap cara perhitungan harga pokok produk, penulis menyimpulkan bahwa perhitungan harga pokok produk pada perusahaan masih belum akurat. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, di antaranya adalah digunakannya sistem penetapan harga pokok produk sesungguhnya (actual costing) pada perusahaan, tidak konsistennya perusahaan dalam menerapkan prosedur akumulasi biaya pesanan (job order costing), adanya inefisiensi pemakaian bahan baku dan adanya kelebihan bahan baku untuk suatu pesanan tertentu yang tidak dikembalikan pada bagian gudang yang menyebabkan adanya kesulitan dan tidak akuratnya pencatatan pemakaian bahan baku, adanya pengalokasian biaya tenaga kerja langsung pada produk dengan menggunakan dasar alokasi jumlah produk total yang dihasilkan, adanya kesalahan penggolongan biaya-biaya yang termasuk ke dalam biaya overhead pabrik dan pengalokasian biaya overhead pabrik pada porduk yang hanya menggunakan satu dasar alokasi saja, yaitu jumlah produk total yang dihasilkan, serta tidak diperhitungkannya hasil penjualan produk Grade-B dan Grade-C dan tidak dipisahkannya perlakuan akuntansi antara normal dan abnormal produk Grade-B dan Grade-C pada waktu perusahaan menghitung harga pokok produk.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap kegiatan pengendalian kualitas yang dilakukan perusahaan, penulis menyimpulkan bahwa ada dua faktor utama penyebab terjadinya produk Grade-B dan Grade-C, yaitu faktor manusia dan faktor mesin. Kedua faktor tersebut ada yang dapat dikendalikan (controllable) dan ada yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable). Faktor yang tidak dapat dikendalikan tersebut menyebabkan perusahaan menetapkan tingkat normal produk Grade-B dan Grade-C sebesar 2% dari jumlah produk Grade-A yang dihasilkan. Penetapan tingkat normal produk Grade-B dan Grade-C sebesar 2% tersebut ternyata dilakukan berdasarkan pertimbangan dan pengalaman yang lalu dan bukan berdasarkan suatu hasil penelitian. Dalam hal ini, penulis tidak melakukan penelitian yang mendalam atas keakuratan penetapan tingkat normal produk Grade-B dan Grade-C tersebut. Selain itu, meskipun perusahaan memiliki bagian QC (Quality Control) yang terdiri atas QC Bahan, QC Proses, dan QC Barang Jadi, namun ternyata usaha-usaha yang dilakukan perusahaan untuk mengurangi jumlah produk Grade-B dan Grade-C masih belum memadai karena ternyata bagian QC pada perusahaan hanya berfungsi melakukan inspeksi.
Pada PT SIMNU, perhitungan harga pokok produk yang akurat dengan memperhitungkan adanya produk Grade-B (spoilage dan reworked unit), dan produk Grade-C (scrap) sangat berperan dalam meningkatkan profitabilitas perusahaan. Hal ini disebabkan cukup banyaknya produk Grade-B dan Grade-C yang dihasilkan. Dengan memperhitungkan adanya produk Grade-B dan Grade-C diharapkan perilaku para pegawai dapat berubah menjadi lebih menaruh perhatian pada usaha pengurangan jumlah produk Grade-B dan Grade-C tersebut dapat mengurangi harga pokok produk Grade-A, yang pada akhirnya dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan.
Berdasarkan hasil penilitian dan kesimpulan yang dilakukan, penulis mencoba memberikan beberapa saran yang perlu dilakukan perusahaan untuk memperbaiki kondisi yang ada, di antaranya untuk memperbaiki sistem akuntansi biaya sebaiknya perusahaan mulai menggunakan job time ticket dan job order cost sheet. Sedangkan untuk meningkatkan keakuratan perhitungan harga pokok produk, sebaiknya perusahaan menggunakan sistem penetapan harga pokok produk yang ditentukan di muka, menerapkan prosedur akumulasi biaya pesanan (job order costing) secara konsisten dengan cara menghitung harga pokok produk per pesanan dan bukan harga pokok produk per article, menetapkan kebijakan dalam hal pencatatan bahan baku langsung dan pembebanannya pada harga pokok produk, membebankan biaya tenaga kerja langsung secara langsung pada suatu pesanan tanpa menggunakan dasar alokasi, menggolongkan biaya pengangkutan sebagai biaya penjualan dan menggolongkan biaya inspeksi sebagai biaya overhead pabrik dan membebankan biaya overhead pabrik pada suatu pesanan dengan menggunakan beberapa dasar alokasi, memperhitungkan hasil penjualan produk Grade-B dan Grade-C dalam perhitungan harga pokok produk dengan mencatat hasil penjualan produk Grade-B sebagai pengurang biaya produksi Grade-A dan mencatat hasil penjualan produk Grade-C sebagai pendapatan lain-lain (other revenues/income), serta memisahkan perlakuan akuntansi atas normal dan abnormal produk Grade-B dan Grade-C dengan mencatat abnormal produk Grade-B dan Grade-C sebagai beban periode berjalan (loss).
Untuk mengurangi jumlah produk Grade-B dan Grade-C yang disebabkan karena faktor manusia, perusahaan perlu menerapkan sistem pengendalian manajemen (management control system) yang memadai terutama yang berkaitan dengan sistem pertanggungjawaban, menyempurnakan SOP (Standard Operation Procedure) untuk setiap bagian produksi sehingga kesalahan-kesalahan yang disebabkan karena kurangnya informasi mengenai prosedur pelaksanaan produksi dapat dihindari, dan memberikan pelatihan khusus terutama yang berkaitan dengan kualitas produk sehingga tumbuh kesadaran akan pentingnya kualitas produk yang dihasilkan dan motivasi untuk memperbaiki keadaan yang ada.
Sedangkan untuk mengurangi jumlah produk Grade-B dan Grade-C yang disebabkan karena faktor mesin, perusahaan perlu menetapkan prosedur pembelian peralatan produksi yang ketat sehingga diharapkan perusahaan hanya membeli peralatan produksi yang memiliki kualitas yang baik dan dapat diandalkan, menetapkan pertanggungjawaban yang jelas atas Asisten Manajer Teknik dan bawahannya terutama bagian listrik (electricity) dan pemeliharaan (maintenance) sehingga perilakunya sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam kaitannya dengan kegiatan pengendalian kualitas, bagian QC perusahaan semestinya tidak hanya berfungsi melakukan pemeriksaan/inspeksi saja tetapi juga melakukan fungsi pengendalian kualitas lainnya seperti kegiatan pencegahan (prevention), karena pada dasarnya kegiatan inspeksi sendiri tidak dapat memperbaiki kualitas, namun hanya mendeteksi dan memberikan informasi mengenai adanya penyimpangan kualitas.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
skp5110 | DIG - FE | Skripsi | Perpustakaan | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain