Computer File
Pusat kebudayaan di Jalan Cengkeh Jakarta - Kota
Selama berabad-abad Batavia telah menjadi ajang bertemunya berbagai budaya dunia. Di
sinilah tempat terjadinya interaksi; bahkan penetrasi antar budaya-budaya yang singgah. Pusat
budaya melambangkan sebuah mehhgpof; suatu wadah dengan karakter tertentu dimana terjadi
semacam proses peleburan berbagai eidmen. Di dalamnya terjadi dialog; interaksi antar elemen-elemen
budaya, juga dengan masyarakat yang datang ke sana.
Pusat kebudayaan ini akan diarahkan menjadi sebuah arena untuk berdialog: antar budaya;
antar golongan; antar fungsi; antar zaman. Budaya dipandang bukan sebagai suatu peninggalan
maupun patokan yang lapuk, tetapi sebagai suatu ilmu yang hidup dan terus berkembang secara
dinamis karena adanya interaksi, dialog, dan penetrasi antar budaya. Oleh karena itu, pusat
kebudayaan ini tidak diarahkan atau dikhususkan ke etnis maupun budaya tertentu, tapi bersifat
universal.
Pada dasarnya budaya terlalu luas dan kompleks untuk bisa disatukan dalam suatu ‘pusat
budayaÂ’. Apa yang ditampilkan dalam sebuah pusat budaya pada dasarnya hanyalah fragmen-fragmen
kecil yang mewakili budaya tertentu. Pusat Kebudayaan sebenarnya hanyalah sebuah
jendela; sebuah etalase, yang tidak mungkin bisa memamerkan seluruh isi tokonya sekaligus.
Dalam proses perkembangannya selama berabad-abad kemudian nilai-nilai kultur historis
yang dimiliki kawasan Jakarta Kota mulai dilupakan orang, dan daerah Jakarta Kota yang dahulu
kala dikenal sebagai the Princess of the Easf berkembang menjadi pusat perdagangan tanpa masa
lalu. Bangunan-bangunan dan aktivitas-aktivitas baru muncul tanpa mengingat makna-makna
simbolis yang terkandung di dalamnya.
Akhir-akhir ini pemerintah mulai“menaruh perhatian terhadap kawasan kota tua ini dan
merencanakan untuk mengembangkannya menjadi sebuah kawasan wisata budaya dengan obyek-obyek
berupa artefak-artefak dan suasana kota tua (untuk Taman Fatahillah dan sekitarnya), dan
kawasan wisata bahari (daerah Sunda Kelapa dan sekitarnya).
Satu masalah yang timbul adalah fungsi kawasan ini yang sudah terlanjur menjadi daerah
kantor dan gudang; dengan obyek wisata budaya yang relatif minim dan kurang menarik massa -(
Balai Seni Rupa, Taman/ Museum Fatahillah, Museum Wayang). Mengenai masalah pergudangan,
pemerintah telah mengambil langkah-langkah memindahkan gudang-gudang tersebut ke Cakung
(deadlline: November 1995; tapi tentu saja ngaret). Untuk menghidupkan kembali kawasan ini,
tentu saja diperlukan lebih dari itu. Dibutuhkan suatu tempat/atraksi/fungsi yang bisa membuat
orang-orangl massa mau berkunjung dan menghabiskan waktu di sini.
Dari sini timbul gagasan penataan kawasan dengan menghubungkan kawasan wisata
budaya dengan kawasan wisata bahari melalui sebuah koridor yang dimulai dari Taman/Museum
Fatahillah (sebagai node kawasan budaya wisata), melalui JI. Cengkeh, JI. Tongkol, diakhiri
Menara Syah Bandar (sebagai node kawasan wisata bahari).
Tapi untuk menstimulasi pergerakan manusia sepanjang koridorl jalan tersebut diperlukan node-node
kecil di antaranya, dan akses yang mempunyai street level activities yang tinggi, sehingga
dapat menarik mereka menuju node-node tersebut. Usaha meningkatkan aktivitas di sepanjang
jalanÂ’ini dapat dicapai dengan menempatkan fungsi-fungsi yang tepat dan perbaikan kwalitas
lingkungannya, terutama sarana bagi pedestrian.
Proyek ini terfokus pada revitalisasi penggalan pertama dari koridor itu: J I. C e n g k e h.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
skp18612 | DIG - FTA | Skripsi | Perpustakaan | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain