Computer File
Analisa pajak penghasilan pada jasa perantara terhadap penghasilan yang diterima berupa komisi dalam industri asuransi
Pajak merupakan pungutan atau iuran yang dilakukan oleh negara kepada rakyat untuk mengisi kas negara, yang digunakan untuk membiayai jalannya pemerintahan. Untuk meningkatkan penerimaan pajak, pemerintah mewajibkan masyarakat yang sudah menjadi Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban pajaknya, sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Begitu juga dengan dunia usaha, khususnya industri asuransi yang demi
kelancaran kegiatan usahanya tidak dapat terlepas dari kewajiban perpajakan, salah satunya Pajak Penghasilan (PPh). Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan atas seluruh penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak. Penghasilan tersebut termasuk penghasilan komisi yang diterima oleh jasa perantara, khususnya Agen dan Broker Asuransi pada PT. Asuransi Jasa Indonesia.
Dalam hal Wajib Pajak yang bekerja pada suatu pemberi kerja, Pajak Penghasilan atas penghasilan Wajib Pajak dlsetorkan kepada negara lewat suatu mekanisme pemotongan Pajak Penghasilan oleh pemberi kerja dari penghasilan Wajib Pajak. Mekanisme pemotongan Pajak Penghasilan tersebut diatur dalam Undang-Undang Perpajakan Nomor 17 Tahun 2000, khususnya Pasal 21 dan Pasal 23, tentang Pajak Penghasilan. Dalam memotong PPh Pasal 21 dan Pasal 23 atas penghasilan komisi Agen dan Broker Asuransi pada PT. Asuransi Jasa Indonesia, Pajak Penghasilan dipungut atas penghasilan bruto tanpa dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Untuk perhitungan . PPh Pasal 21 dihitung dari penghasilan bruto Agen Asuransi berbentuk perorangan dikalikan tarif progresif PPh Pasal 17. Jika pada suatu periode tertentu, setelah dilakukan perhitungan komisi dan diakumulasikan dengan penghasilan-penghasilan sebelumnya, jumlah
keseluruhan penghasilan Agen tersebut telah mencapai lebih dari Rp. 25.000.000,00, maka
periode berikutnya saat Nota Debit / Kredit diterbitkan, atas komisi Agen tersebut dikenakan tarif 10% dan seterusnya sesuai ketentuan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Kemudian di akhir masa pajak, perusahaan mengakumulasi seluruh komisi Agen tersebut dan menghitung ulang PPh Pasal 21 dengan menggunakan tarif PPh Pasal 17 sehingga
diperoleh Pajak Penghasilan yang seharusnya dipotong di akhir masa pajak, lalu melakukan
penyesuaian. Sedangkan untuk PPh Pasal 23 dipotong dari penghasilan bruto Agen Asuransi
berbentuk badan dan Broker asuransi dikalikan dengan 40% untuk mendapatkan
penghasilan neto. Kemudian dari penghasilan neto tersebut dikalikan dengan tarif PPh Pasal
23, yaitu sebesar 15%. Dari perhitungan PPh Pasal 21 per periode dengan perhitungan Pajak
Penghasilan di akhir masa pajak terdapat selisih yang merupakan PPh kurang bayar
sehingga masih harus dipotong di akhir masa pajak. Sedangkan pada perhitungan PPh Pasal
23 hanya dihitung satu kali, yaitu saat penghasilan dibayarkan oleh pemberi kerja sehingga di akhir masa pajak tidak diperlukan penyesuaian. Perbedaan cara pemotongan PPh Pasal 21 tidak mempengaruhi Take Home Pay Agen Asuransi berbentuk perorangan yang penghasilannya tidak mencapai Rp. 25.000.000,00 karena belum berlaku progresivitas tarif PPh Pasal 17. Sedangkan untuk Agen Asuransi berbentuk perorangan yang penghasilannya telah lebih dari Rp. 25.000.000,00, Take Home Pay-nya akan terpengaruh akibat adanya selisih kurang bayar PPh Pasal 21. PPh kurang bayar akan mengurangi Take Home Pay Agen tersebut, jadi semakin besar PPh kurang bayar, semakin kecil Take Home Pay Agen tersebut di akhir masa pajak. Untuk Agen Asuransi berbentuk badan dan Broker Asuransi yang dikenakan PPh Pasal 23, Take Home Pay per periode dan di akhir masa pajak tidak terjadi perubahan.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
skp3803 | DIG - FE | Skripsi | AKUN JAY a/06 | Perpustakaan | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain