Computer File
Analisis dampak penggunaan status pengusaha kena pajak (PKP) dan norma penghitungan penghasilan neto bagi pengusaha kecil terhadap pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) : studi kasus pada Bengkel SA, Subang
Pembangunan nasional merupakan kegiatan yang berlangsung terus menerus, dengan
tujuan meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat. Pemungutan
pajak merupakan perwujudan peran serta masyarakat dalam rangka pembiayaan rutin
pemerintahan dan pembangunan secara gotong royong. Pemungutan ini meliputi
pemungutan dari seluruh lapisan masyarakat, mulai dari pengusaha besar sampai
pengusaha kecil. Sesuai dengan Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-536/PJ./2000
tanggal 29 Desember 2000, Wajib Pajak Orang Pribadi memiliki empat alternatif
yang dapat dipilih untuk meminimalkan jumlah PPh dan PPN yang harus dibayar.
Alternatif 1 adalah status sebagai nonPKP yang menggunakan norma, alternatif 2
adalah status sebagai nonPKP yang menggunakan pembukuan, alternatif 3 adalah
status sebagai PKP yang menggunakan norma, dan alternatif 4 adalah status sebagai
PKP yang menggunakan pembukuan. Penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pemilihan alternatif yang dapat meminimalkan jumlah PPh dan PPN Pengusaha Kecil. Penelitian ini dilakukan pada Bengkel SA, sebuah perusahaan jasa di kota Subang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analisis dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara dengan manajer perusahaan yang terlibat langsung dan mengumpulkan serta meneliti dokumen-dokumen perusahaan. Penulis menggunakan data penghasilan, biaya, penjualan, dan pembelian Barang Kena Pajak tahun 2005 sebagai dasar perhitungan. Saat ini Bengkel SA menggunakan alternatif 2, yaitu status sebagai nonPKP yang menggunakan pembukuan. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh bahwa alternatif I, yaitu status sebagai nonPKP yang menggunakan norma, menghasilkan jumlah pajak terhutang tahun 2005 sebesar Rp 9.498.400,00. Alternatif II menghasilkan jumlah pajak terutang tahun 2005 sebesar Rp 10.019.700,00. Alternatif III, yaitu status sebagai PKP yang menggunakan norma, menghasilkan jumlah pajak terutang tahun 2005 sebesar Rp 7.000.900,00, sedangkan alternatif IV, yaitu status sebagai PKP yang menggunakan pembukuan, menghasilkan jumlah pajak terutang tahun 2005 sebesar Rp 9.065.650,00.
Perbedaan keempat alternatif tersebut terletak pada biaya-biaya yang dapat dikurangkan jika menggunakan pembukuan namun tidak dapat dikurangkan jika menggunakan norma. Perbedaan tersebut akan mempengaruhi jumlah PPh terutang. Selain itu, perbedaan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran
berpengaruh terhadap jumlah PPN yang dibayar. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis, dapat disimpulkan bahwa alternatif yang paling menguntungkan perusahaan adalah alternatif III, yaitu status sebagai PKP yang menggunakan norma karena alternatif ini dapat meminimalkan jumlah PPh dan PPN Bengkel SA. Selama ini perusahaan berstatus sebagai nonPKP yang menggunakan pembukuan, penulis menyarankan agar perusahaan mengubah statusnya sebagai PKP yang menggunakan norma. Hal ini dipilih supaya perusahaan dapat mengkreditkan Pajak Masukannya dengan Pajak Keluarannya.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
skp3918 | DIG - FE | Skripsi | AKUN SAR a/06 | Perpustakaan | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain