Computer File
Adaptasi arsitektur bugis : obyek studi Dusun Batu Lawang Kepulauan Karimun Jawa, Jawa Tengah
Penelitian tentang bentuk dan fungsi pada arsitektur Bugis di dusun Batu Lawang ini merupakan satu upaya penelitian arsitektur tradisional dalam konteks eksplorasi konsep bangunan yang pernah dikembangkan pada masa lalu untuk di lihat bagaimana perkembangannya pada masa kini di dalam lingkungan baru yang jauh dari asal tradisinya. Arsitektur tradisional merupakan salah satu identitas budaya dari suatu suku bangsa. Dalam perwujudan arsitekturnya terkandung tata nilai, tata laku dan tata kehidupan masyarakatnya. Jadi setiap perubahan tata nilai dan kehidupan masyarakat akan mempengaruhi perkembangan arsitekturnya. Hal inilah yang tercermin dalam wajah perkampungan bugis yang terletak di dusun Batu Lawang, sebuah desa kecil di Pulau Kemujan, Kecamatan (gugusan pulau) Karimun Jawa. Dalam bukunya yang berjudul House Form and Culture (1969), Amos Rapoport mengemukakan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi bentuk dan fungsi arsitektur tradisional. Faktor pertama yaitu faktor sosial-budaya sebagai faktor penentu (primary stress), kemudian faktor alam dan faktor teknologi konstruksi sebagai faktor perubah (modifying factors). Dalam studi terhadap arsitektur Bugis pada dusun Batu Lawang, lingkungan alam, material dan teknologi konstruksi tidak dapat dilihat sebagai faktor modifikasi, tetapi justru merupakan faktor penentu yang menyebabkan rumah panggung Bugis bertransformasi menjadi rumah non-panggung. Walaupun begitu, faktor sosial-budaya yang kuat sebagai pendatang, membuat masyarakat Bugis di dusun Batu Lawang tetap dapat mempertahankan identitasnya di tengah lingkungan sosial-budaya yang berbeda di tanah perantauan. Dari hasil penelitian terhadap arsitektur Bugis di dusun Batu Lawang yang muncul akibat adanya para pendatang atau pemukim yang berasal dari suku Bugis di Sulawesi Selatan dan Tenggara, didapati beberapa hal yang masih dipertahankan dan juga telah ditinggalkan, baik dalam kehidupan budaya masyarakatnya maupun arsitekturnya sebagai wujud kebudayaannya. Proses adaptasi tercermin dari perubahan dan perkembangan pola permukiman, serta bentuk rumah tradisionalnya. Walaupun bentuk rumah tradisional sulit diteruskan secara fisik mengingat keterbatasan material akibat kondisi alam yang ada, penataan ruang yang menjadi wadah dan stimulus bagi kehidupan berkomunitas yang erat, serta keseimbangan peran dan ruang bagi setiap anggota masyarakat, dapat terus dipertahankan dan menjadi dasar bagi perancangan yang baik di masa depan.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
skp18080 | DIG - FTA | Skripsi | ARS-STEFA 1 GRA a/10 | Perpustakaan | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain