Computer File
HAMBATAN-HAMBATAN YANG DIHADAPI UNAMIR DALAM PROSES PERDAMAIAN DI RWANDA
Berbagai upaya negosiasi telah dilakukan demi terciptanya kesepakatan antara
Pemerintah Rwanda dan RPF untuk mengakhiri segala bentuk konflik dan kekerasan.
Akhirnya pada tanggal 4 Agustus 1993 harapan itu terwujud melalui
penandatanganan Perjanjian Damai Arusha yang menyangkut beberapa hal yang
pada intinya memunculkan sebuah pemerintahan transisi berbasis luas, yang
akomodatif bagi aspirasi seluruh komponen bangsa Rwanda dan meniadakan segala
bentuk diskriminasi etnis.
Untuk memastikan pengimplementasiannya, perjanjian itu juga menyerukan PBB
mengirimkan kekuatannya sebagai pengawas dan berbagai tugas lain yang berkaitan
dengan pemeliharaan keamanan Rwanda. Sesuai dengan komitmen PBB memelihara
dan menciptakan perdamaian dan keamanan dunia, Dewan Keamanan memenuhi
seruan tersebut melalui resolusi 872 (1993) dengan membentuk UNAMIR.
Pelaksanaan operasi UNAMIR ternyata tidak selancar yang diharapkan
sebelumnya. UNAMIR ternyata tidak berhasil membendung konflik dan
mempertahankan perdamaian yang hanya dapat bertahan untuk waktu yang singkat.
Begitu banyak pelanggaran terhadap Perjanjian Damai Arusha baik dari pihak
Pemerintah maupun RPF. Pemerintahan transisi tidak juga terbentuk. Bahkan
kekerasan semakin menjadi pasca terbunuhnya Presiden Habyarimana pada 6 April
1994. Genocide yang dilancarkan oleh kelompok milisi Hutu beserta kekuatan
militer Pemerintahan Hutu menimbulkan korban ratusan ribu nyawa penduduk
Rwanda, terutama Tutsi. Meskipun RPF berhasil mengakhiri perang, masalah
kemanusiaan, terutama masalah pengungsi, masih menyelimuti Rwanda.
Keseluruhan tragedi tersebut terjadi justru ketika UNAMIR baru beberapa bulan
beroperasi. Walaupun telah mengalami beberapa penyesuaian dan perluasan mandat,
ternyata UNAMIR tidak dapat memberikan perubahan yang signifikan dan
kredibilitasnya mulai dipertanyakan oleh masyarakat Rwanda.
Sikap pihak-pihak lokal yang kurang mendukung proses perdamaian dan negara-negara
great powers yang tidak menampakkan ketertarikkan terhadap isu ini menjadi
bagian dari penghambat. Mandat-mandat UNAMIR sejak awal hingga akhir misi
kurang rasional dan kurang sesuai dengan realitas yang terjadi di Rwanda. Ditambah
sumber daya yang tidak pernah terpenuhi tepat waktu serta perencanaan operasi dan
koordinasi lapangan yang kurang kompeten semakin menempatkan UNAMIR pada
posisi yang tidak menguntungkan. Begitu pula halnya dengan pelaksanaan fungsi
pengumpulan informasi yang tidak maksimal.
Melalui penelitian kualitatif deskriptif ini, penulis menggambarkan secara lebih
jauh mengenai UNAMIR dalam hubungannya dengan konflik di Rwanda, kondisi
konflik dan upaya perdamaian di Rwanda, dan tentu saja hambatan-hambatan yang
dihadapi UNAMIR dalam proses perdamaiaannya di Rwanda. Dengan demikian,
diharapkan, dapat diketahui faktor-faktor yang menjadi peghambat bagi UNAMIR
dalam proses perdamaian di Rwanda. Informasi-informasi diperoleh penulis dari
pengumpulan dan analisis data sekunder.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
skp14925 | DIG - FISIP | Skripsi | INT.ORG MAR h/03 | Perpustakaan | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain