Computer File
DAMPAK DARI TINDAKAN PELANGGARAN US-INTELLECTUAL PROPERTY RIGHTS (KHUSUSNYA PEMBAJAKAN COMPACT DISCS) YANG DILAKUKAN OLEH CHINA TERHADAP STATUS KEANGGOTAAN CHINA DI WTO
Di era globalisasi saat ini, perdagangan internasional telah menjadi suatu
orientasi bagi hampir setiap pasar suatu negara untuk lebih meningkatkan
pertumbuhan ekonomi negaranya. Dengan adanya kebutuhan tersebut, maka
sistem internasional saat ini secara tidak langsung telah menciptakan suatu
suasana saling ketergantungan (interdependensi) antara negara-negara tersebut.
Dalam melakukan kerjasama ekonomi, negara-negara yang terlibat di dalamnya
dituntut untuk melakukan suatu praktek perdagangan yang jujur dan adil (fair
trade). Suatu fenomena yang telah mengundang kontroversi dalam perdagangan
internasional saat ini adalah isu pelanggaran hak milik intelektual. Intellectual
Property Right/ Haki ini merupakan sebuah instrumen penting yang dapat
digunakan untuk mempertahankan efektifitas dalam persaingan ekonomi. IPR ini
dapat dikelompokkan dalam tiga bagian besar yaitu patent, copyright, dan
trademark.
Di era perdagangan bebas ini, semua negara cenderung berlomba-lomba
dalam melakukan kegiatan ekspor (export-oriented). Mereka saling berkompetisi
dengan memanfaatkan faktor comparative advantagenya masing-masing guna
meningkatkan pendapatan negaranya. Dalam prakteknya, AS sebagai suatu
negara maju yang memiliki sumber daya manusia yang tak henti-hentinya
melakukan riset untuk menghasilkan produk-produk yang kaya akan teknologi
namun mengalami kerugian yang besar akibat kurangnya perlindungan terhadap
produk-produk kekayaan intelektual mereka. Dikarenakan belum adanya suatu
mekanisme pengaturan tetap mengenai perlindungan hak milik intelektual yang
dapat berlaku secara efektif terhadap mitra dagangnya dan adanya perbedaan cara
pandang terhadap IPR ini, maka hal ini menjadi suatu dilema bagi negara maju
yang akan mengekspor produknya. Oleh karena itu negara-negara maju -yang
diprakarsai oleh AS- bersama-sama membentuk suatu rejim perdagangan
internasional, yakni WTO guna mengawasi dan mengatur jalannya perdagangan
internasional agar menciptakan suatu kondisi perdagangan yang adil dan jujur
(fair-trade) yang diharapkan dapat memberikan keuntungan kepada pihak-pihak
yang terlibat di dalam WTO.
China dikenal sebagai negara pelanggar IPR, dimana tingkat pembajakan
terhadap produk AS di negara ini menempati peringkat kedua tertinggi di dunia pada tahun 1999. China yang sangat ingin bergabung dalam WTO mendapatkan
sebuah hambatan besar dalam proses aksesinya ke WTO. Hal ini disebabkan
karena AS sebagai negara yang dominan dalam WTO memberikan syarat yang
salah satunya menuntut agar China segera memperbaiki kondisi perlindungan
Hakinya yang selama ini membuat AS mengalami defisit perdagangan dengan
adanya tindakan ini. Berkat upaya-upaya yang telah ditempuh oleh kedua belah
pihak, baik dari sanksi dagang yang diberikan AS hingga ke perjanjian-perjanjian
bilateral yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, pada akhirnya China mulai
melakukan perbaikan yang terwujud dalam berbagai implementasi yang
dilakukannya. Berdasarkan pertimbangan lebih lanjut dariAS, akhirnya AS setuju
untuk mendukung keikutsertaan China di WTO. Dan China pun diterima menjadi
anggota WTO ke-143 pada tanggal 11 desember 2001.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
skp14971 | DIG - FISIP | Skripsi | INT.ORG CHA d/03 | Perpustakaan | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain