Text
Pengembangan model dinamika investasi energi baru terbarukan panas bumi berdasarkan preferensi dan kesediaan membayar konsumen : laporan akhir
Ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil masih sangat tinggi. Sampai dengan tahun 2021 porsi energi fosil dalam bauran energi nasional mencapai 88,5% dan sisanya energi baru terbarukan (EBT). Dalam sektor kelistrikan proporsi EBT sampai dengan akhir 2021 adalah 12,6%, Pemerintah menargetkan porsi EBT dalam bauran energi nasional mencapai 23% pada 2025. Data historis yang mengindikasikan rerata pertumbuhan sebesar 4% per tahun, sulit untuk mencapai target tersebut. Di sisi lain, potensi listrik EBT yang dimiliki Indonesia cukup tinggi. Statistik EBT Indonesia tahun 2016 menunjukkan bahwa potensi terbesar ada pada energi matahari sebesar 207,9 GW, diikuti oleh air dan mikrohidro dengan 94,5 GW, laut dengan 72.0 GW, bayu dengan 60,6 GW, bioenergi dengan 32,7 GW. dan panas bumi dengan 29,5 GW. Dengan potensi sebesar itu, target 56 GW sampai dengan tahun 2027 sepertinya tidak sulit dicapai. Namun demikian, berbagai kendala bisa membuat target tersebut tidak tercapai. Capaian tahun 2021 menunjukkan tingkat pemanfaatan hanya sebesar 10,9 GW.
Salah satu kendala terbesar dalam pencapaian target tersebut adalah tingkat keekonomian. Di Indonesia penjualan listrik ke konsumen dimonopoli oleh PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero), atau PL.N. Independent power producer (IPP) sebagai penghasil listrik hanya bisa menjual listriknya ke PLN dengan harga yang sudah ditetapkan Pemerintah. Harga jual listrik dari IPP ke PLN ditentukan sebesar 85% dari biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik yang besarnya ditetapkan oleh Pemerintah. BPP pembangkitan listrik terbaru ditetapkan melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 55 K/20/MEM/2019. Harga jual keckonomian listrik EBT berada di atas tingkat harga tersebut. Tingkat risiko yang relatif besar menambah keengganan investor untuk masuk dalam bisnis ini. Penelitian ini terbagi menjadi dua tahap dalam 2 tahun pelaksanaan. Penelitian Tahun 1 telah
menghasilkan informasi mengenai preferensi dan kesediaan membayar (willingness to pay atau WTP) konsumen terhadap listrik EBT dan segmentasi konsumen berdasarkan preferensi dan WTP-nya. Penelitian Tahun I juga menghasilkan model kausal tentang faktor-faktor yang mempengaruhi WTP. Penelitian Tahun 2 menghasilkan model berbasis Systems Dynamics tentang dinamika investasi listrik EBT dengan fokus pada listrik panas bumi dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap atau PLTS Atap (rooftop photovoltaic). Penelitian Tahun 2 ini mencakup tahapan pengembangan model konseptual, pembuatan model simulasi flow diagram, validasi model, analisis dan simulasi kebijakan, dan usulan intervensi. Komponen model mencakup variabel preferensi dan WTP konsumen serta variabel-variabel prediktor WTP, serta sub model perilaku adopsi PLTS Atap. Variabel intervensi dalam model mencakup kebijakan harga jual listrik, insentif untuk konsumen dan investor, dan program kampanye tentang lingkungan dan PLTS Atap. Hasil simulasi model flow diagram mendapati bahwa target proporsi EBT dalam bauran energi nasional tidak akan tercapai, baik di tahun 2025 maupun 2030 jika hanya mengandalkan pertumbuhan generik yang dimotori oleh perkembangan teknologi dan pertumbuhan permintaan konsumen. Diperlukan campur tangan langsung Pemerintah dalam bentuk proyek-proyek pengembangan pembangkit listrik EBT skala besar yang bisa beroperasi dalam jangka pendek.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
145864 | R/SB - FTI | Laporan Penelitian Dosen | 621.44 PRA p | Gdg9-Lt3 (LPD-LPM FTI/TI) | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - No Loan |
Tidak tersedia versi lain