Text
Pengembangan model pemantauan gejala kekeringan di Indonesia : studi kasus masalah kekeringan di SWS Pemali Comal, Jawa Tengah
Kekeringan mempunyai watak yang sangat berbeda dengan banjir. Kekeringan berjalan sangat lambat, merupakan bencana alam yang kejadiannya merangkak pelan, sehingga sukar untuk dilihat keberadaannya. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam melakukan pengukurannya, sehingga dampaknya terhadap sosial, ekonomi dan lingkungan sukar untuk diidentifikasikan apalagi dikualifikasikan. Oleh karena itu, sebuah model berbasis komputer yang mempunyai kemampuan memantau dan mengidentifikasikan awal/akhir dan tingkat keparahan kekeringan sangat diperlukan. Model semacam ini telah digunakan pada lebih 40 negara di dunia. Disamping itu, model tersebut perlu dikembangkan lebih lanjut agar mampu melakukan prediksi musiman maupun bulanan dengan masukan parameter telekoneksi dan hujan bulanan atau musiman menggunakan pendekatan statistik.
Dalam disertasi ini telah dikembangkan Model Pemantauan Gejala Kekeringan menggunakan pendekatan statistik seperti multivariat dan regresi ganda serta analisis diagram jalur. Model tersebut terdiri dari Model Indeks Kekeringan Meteorologi dan Model Kekeringan Hidrologi. Model pertama mempunyai kemampuan untuk melakukan prediksi kekeringan musiman dan bulanan, disamping mengidentifikasikan awal/akhir maupun besarnya keparahan kekeringan. Masukan utama model, yang didapat dari sistem monitoring, berupa Standardized Precipitation Index (SPI) dan parameter telekoneksi untuk bulan-bulan sebelumnya. Model kedua menghubungkan indeks kekeringan meteorologi dengan indeks kekeringan hidrologi. Model prediksi diperiksa melalui data hujan, debit dan pertanian yang tersedia di SWS Pemali-Comal. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa model dapat mensimulasi kejadian kekeringan dengan cukup baik.
Keluaran model, berupa indeks kekeringan hasil prediksi, akan menjadi tidak berguna bila tidak dihubungkan dengan dampaknya seperti dampak terhadap produksi pertanian (jumlah hektar sawah terkena bencana), melalui indikator dan pemiru kekeringan. Keduanya berupa SPI bulan Juni sampai November lebih kecil dari -1 dan SPI bulan Mei lebih kecil dari -2, mampu mendefinisikan dan mengaktifkan respons terhadap kekeringan dan menggunakannya dalam tatanan rancangan manajemen kekeringan.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa model mempunyai kinerja yang cukup baik sebagai komponen dari kegiatan Monitoring dan Peringatan Dini yang berada dalam tatanan Perencanaan Kekeringan, karena dapat dijadikan sebagai dasar keputusan pada saat yang tepat bagi para pengambil keputusan mulai dari petani sampai pada pengambil kebijakan di tingkat nasional.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
dis49 | D/DIG - PDITS | Disertasi | 628.162 ADI p | Gdg9-Lt3 (DISERTASI DOSEN) | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - No Loan |
Tidak tersedia versi lain