Computer File
Manfaat penerapan asas sederhana, cepat dan biaya ringan dalam proses penyelesaian perkara di pengadilan negeri : Penelitian di Pengadilan Negeri DKI Jakarta = Benefits of rapid application of the principle of simple, fast and low cost in the process of settling disputes in courts : Research in DKI Jakarta District Court
Asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-
Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, menyatakan:
“Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan”. Penjelasan pasal ini
mengatakan: “Yang dimaksud dengan “sederhana” adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara
dilakukan dengan cara efisien dan efektif. Yang dimaksud dengan “biaya ringan” adalah biaya
perkara yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Namun demikian, asas sederhana, cepat, dan
biaya ringan dalam pemeriksaan dan penyelesaian perkara di pengadilan tidak mengesampingkan
ketelitian dan kecermatan dalam mencari kebenaran dan keadilan”.
Asas ini berlaku bagi hukum acara perdata maupun hukum acara pidana. Sementara itu, proses
peradilan di Pengadilan Negeri sampai saat ini masih terkesan tidak sederhana, lama dan biaya
mahal. Artinya ada perbedaan antara ketentuan Undang-Undang dalam hal ini Undang-Undang
Kekuasaan Kehakiman, dan praktik dalam situasi konkrit sehari-hari di Pengadilan Negeri.
Penelitian ini hendak mencari sebab-sebab atau faktor-faktor apa saja yang menyebabkan proses
peradilan di Pengadilan Negeri menjadi tidak sederhana, lama dan biaya mahal, juga perlunya
penegakan hukum progresif yang harus diiperhitungkan berhadapan dengan penerapan yuidis
formal positivistik. Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Negeri di wilayah Daerah Khusus Ibu
Kota Jakarta. karena sebagai ibu kota yang merupakan pusat pemerintahan, pusat lembagalembaga
Negara, maka setiap struktur ikutan atau jenjang hierarkis dari setiap lembaga Negara
selalu menjadi cerminan bagi daerah lain.
Fokus penelitian ini berkaitan dengan dua hal, yang memengaruhi lembaga Pengadilan Negeri
secara bersamaan. Keberlakuan secara bersamaan dari dua hal ini menyebabkan semakin
sulitnya ditempuh proses perkara yang sederhana, cepat dan biaya ringan. Kedua hal yang
dimaksud adalah:
1. Faktor intern lembaga Pengadilan Negeri, berupa budaya organisasi. Budaya organisasi
dalam hal ini diartikan sebagai seperangkat nilai yang terus disosialisasikan kepada
anggota organisasi sehingga setiap anggota organisasi memahami, mentaati dan
menjalankan nilai-nilai itu dalam bentuk sikap dan perilaku sehari-hari, dan terus
berkembang sehingga menjadi visi dan misi organisasi. Seperangkat nilai yang berada pada
tataran abstrak, kemudian direalisasikan dalam sikap tindak sehari-hari dari seluruh jajaran
dalam organisasi pada tataran empirik, maka tujuan organisasi akan tercapai. Akan tetapi
faktor pimpinan tetap menjadi kata kunci dari budaya organisasi, sebab keteladanan
menjadikan budaya organisasi benar-benar terinternalisasi (dihayati) oleh segenap bagian
dari organisasi. Variabel yang diteliti adalah komitmen kerja, motivasi kerja, prestasi kerja
dan pelayanan publik yang efisien.
2.Faktor ekstern lembaga Pengadilan Negeri, berupa konfigurasi politik juga memengaruhi
lembaga Pengadilan Negeri. Tugas dan kewajiban hakim yang sangat berat, karena baik
dalam proses berperkara maupun dalam putusannya, tidak saja semata-mata bersandarkan
pada ketentuan peraturan perundang-undangan tetapi juga (justru) pada nilai-nilai hukum
dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Karena itu mudah dimengerti, bahwa
kekuatan lain di luar hukum, di luar lembaga hukum (yudikatif) dapat memberi pengaruh
pada pelaksanaan atau pada penegakan hukum. Dalam hal ini secara khusus melihat
kemandirian hakim dalam kaitannya dengan periodesasi pemerintahan mulai dari zaman
pemerintahan Orde Lama, pemerintahan Orde Baru, dan pemerintahan Orde Reformasi.
Ketiga model pemerintahan itu ternyata memberi pengaruh juga pada lembaga Pengadilan
Negeri.
Kendala internal maupun eksternal seperti diuraikan itu menyebabkan masyarakat khususnya
para pencari keadilan tidak mendapatkan keadilan senyatanya pada setiap perkara yang dihadapi.
Keadaan ini menyebabkan mereka merasa tidak mendapatkan perlakuan yang adil secara
prosedural hukum tetapi terlebih lagi mereka tidak memahami hukum seperti apa yang
diterapkan oleh hakim pada perkara mereka. Dengan demikian hukum menjadi sesuatu yang
berada di luar jangkauan pemahaman mereka. Hukum tidak dapat dimengerti sehingga hukum
kehilangan rasionalitasnya. Hukum yang seharusnya menangkap keinginan mereka sekaligus
memberikan solusi terbaik, nyatanya hukum yang tadinya hidup dan menyatu bersama
masyarakatnya, kini menjadi sesuatu yang dipaksakan berlakunya kepada masyarakatnya.
Rumusan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman yang menyatakan:
“Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan
rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”. Penjelasan pasal ini mengatakan: “Ketentuan ini
dimaksudkan agar putusan hakim dan hakim konstitusi sesuai dengan hukum dan rasa keadilan
masyarakat”.
Uraian dalam karya ini menggunakan pendekatan Utilitarianisme sebagai grand theory karena
ingin menyataka bahwa suatu tindakan itu baik, benar atau bermoral, sejauh tindakan tersebut
mendatangkan manfaat, kegunaan, atau menguntungkan sebanyak mungkin orang yang terkena
efek dari tindakan tersebut. Nilai pandangan ini berkaitan dengan penegakan hukum yang
sederhana, cepat dan biaya ringan, adalah bahwa keadilan sebagai cita-cita hukum seyogyanya
dirasakan atau dialami secara nyata dalam praktik pada berbagai level penegakan hukum.
Selanjutnya pendekatan ekonomi terhadap hukum sebagai middle range theory menekankan
kegunaan atau manfaat hukum bagi masyarakat sebagai salah satu kriteria untuk menilai
kegunaan hukum. Hukum yang baik dan adil adalah hukum yang bermanfaat bagi masyarakat.
Applied theory memakai pendekatan hukum progresif sebagai salah satu wacana yang akhirakhir
ini sering dikumandangkan. Menurut pendekatan hukum progresif, praktik hukum yang
adil tidak hanya terbatas pada penerapan hukum secara legalistik-formal-positivistik, melainkan
dengan menggali nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dan berani mempertimbangkan hal-hal
lain yang tidak diatur dalam peraturan legal tetapi memiliki nilai keadilan substantif. Disinilah
penting dan sentralnya peranan, kemampuan dan kreatifitas hakim sebagai orang yang
memimpin dan memutus perkara.
Untuk menjawab persoalan yang diajukan di atas serangkaian penelitian dengan menggunakan
metode penelitian yuridis normatif-sosiologis, dengan jenis penelitian kualitatif, serta deskriptif
analisis. Dengan menggunakan pendekatan tiga teori utama tersebut di atas, diharapkan karya
ini dapat menambah alternatif penyelesaian penerapan asas sederhana, cepat dan biaya ringan
yang bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam proses berperkara di Pengadilan Negeri.
Kata kunci: penerapan asas peradilan, budaya organisasi, hukum progresif
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
dis138 | D/DIG - PDIH | Disertasi | 347.05 ATA m/11 | Perpustakaan (PDF) | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain