Computer File
Pencatatan perkawinan beda agama dan asas kepastian hukum : Penelitian Hukum Normatif terhadap Undang - Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Undang - Undang 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan
Perkawinan beda agama selalu menjadi perdebatan di kalangan para ahli hukum, baik dari sisi keabsahannya (aspek materiil) maupun dari sisi administrasi pencatatannya (aspek formil). Keabsahan dari suatu perkawinan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sedangkan pencatatan perkawinan diatur baik dalam Undang-Undang Perkawinan maupun dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Undang-Undang Perkawinan tidak secara tegas mengatur larangan terhadap perkawinan dan pencatatan perkawinan beda agama. Pengaturan pencatatan perkawinan beda agama terdapat dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan. Hal ini menimbulkan permasalahan kepastian hukum mengenai pencatatan perkawinan beda agama karena terdapat dua buah undang-undang yang mengatur hal tersebut.
Sebelum adanya Undang-Undang Administrasi Kependudukan, perkawinan beda agama tidak dapat dicatatkan karena perkawinan tersebut dianggap sebagai perkawinan yang tidak sah berdasarkan Undang-Undang Perkawinan. Ketentuan dalam Undang-Undang Perkawinan menyatakan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan sesuai dengan hukum dari masing-masing agama. Dengan demikian, apabila terdapat hukum agama yang menyatakan bahwa perkawinan beda agama adalah perkawinan yang tidak sah maka perkawinan tersebut juga merupakan perkawinan yang tidak sah berdasarkan Undang-Undang Perkawinan sehingga tidak dapat dicatatkan. Tetapi sejak adanya Undang-Undang Administrasi Kependudukan, perkawinan beda agama dapat meminta penetapan pengadilan untuk kemudian dicatatkan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Dengan demikian, adanya Undang-Undang Administrasi Kependudukan memberikan kepastian hukum bagi perkawinan beda agama. Asas Kepastian Hukum sendiri pada dasarnya menghendaki adanya predictability di tengah masyarakat. Artinya masyarakat dapat melakukan prediksi apa yang dilarang dan diperintah oleh hukum yang berlaku apabila antara peraturan perundang-undangan dan pelaksanaannya terdapat kesesuaian.
Dengan demikian, adanya ketentuan mengenai pencatatan perkawinan beda agama dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan menyebabkan terpenuhinya asas kepastian hukum. Adanya kepastian hukum ini menyebabkan hak sipil dari pasangan yang akan atau hendak melakukan perkawinan beda agama dapat terlindungi.
Barcode | Tipe Koleksi | Nomor Panggil | Lokasi | Status | |
---|---|---|---|---|---|
skp7071 | DIG - FH | Skripsi | SKP-FH YUS p/11 | Perpustakaan | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Missing |
Tidak tersedia versi lain